Senin, 21 November 2011

PP 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  6 TAHUN 2006
TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang     :  bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang 
                         Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu menetapkan Peraturan Pemerintah 
                         tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

Mengingat     :    1.    Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
                         2.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara 
                                Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
                                Nomor 4355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan     :    PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

1.    Pendahuluan

Dalam rangka menjamin terlaksananya tertib administrasi dan tertib pengelolaan barang milik negara/daerah diperlukan adanya kesamaan persepsi dan langkah secara integral dan menyeluruh dari unsur-unsur yang terkait dalam pengelolaan barang milik negara/daerah.
Pengelolaan barang milik negara/daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut:
a.    Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah¬masalah di bidang pengelolaan 
       barang milik negara/daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola 
       barang dan gubernur/ bupati /walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;
b.    Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus dilaksanakan berdasarkan 
       hukum dan peraturan perundang¬-undangan;
c.    Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara/daerah harus transparan   
        terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.
d.    Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah diarahkan agar barang milik negara/ daerah 
      digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang 
       penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;
e.    Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara/daerah harus dapat 
       dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
f.    Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus didukung oleh adanya ketepatan 
      jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan'pemindahtanganan barang milik 
      negara/daerah serta penyusunan Neraca Pemerintah.

2.    Gambaran Umum   
a.    Ruang Lingkup Barang Milik Negara/Daerah dan Pengelolaan Ruang lingkup barang milik negara/daerah 
      dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada pengertian barang rhilik negara/daerah berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Atas dasar pengertian tersebut lingkup barang milik negara/daerah disarnping berasal dari pembelian atau perolehan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah juga berasal dari perolehan lainnya yang sah. barang milik negara/daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini diperjelas lingkupnya yang meliputi barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/sejenisnya, diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak, diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang dan diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengaturan mengenai lingkup barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dibatasi pada pengertian barang milik negara/daerah yang bersifat berwujud (tangible) sebagaimana dimaksud Bab VII Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pengelolaan barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah ini, meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Lingkup pengelolaan barang milik negara/daerah tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, yang antara lain didasarka pada pertimbangan perlunya penyesuaian terhadap siklus perbendaharaan.


b.    Pejabat Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Pada dasarnya barang milik negara/daerah digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/ satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Terkait dengan hal tersebut, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menetapkan bahwa menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna barang bagi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut di atas, maka tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/gubernur/ bupati/walikota untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/ walikota melakukan pemanfaatan atas tanah dan/atau bangunan tersebut untuk:
1)    digunakan oleh instansi lain yang memerlukan tanah/bangunan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya melalui pengalihan status penggunaan;
2)    dimanfaatkan, dalam bentuk sewa, -kerja sama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna; atau
3)    dipindahtangankan, dalam bentuk penjualan, tukar menukar, hibah, penyertaan modal pemerintah pusat/daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah ini dtatur pejabat yang melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah. Dalam pengelolan barang milik negara, Menteri Keuangan adalah pengelola barang, menteri/pimpinan lembaga adalah pengguna barang, dan kepala kantor satuan kerja adalah kuasa pengguna barang. Sedangkan dalam pengelolaan barang milik daerah, gubernur/bupati/walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, sekretaris daerah adalah pengelola barang, dan kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna barang.
Dasar pengaturan mengenai wewenahg dan tanggung jawab pejabat pengelolaan barang milik negara/daerah adalah sebagai berikut:
1)     Menteri Keuangan selaku pengelola barang mempunyai fungsi yang mengacu pada ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf q, Pasal 42 ayat (1), Pasal 46 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Berdasarkan ketentuan pada pasal-pasal tersebut, fungsi Menteri Keuangan selain menyangkut fungsi pengaturan (regelling) juga melakukan fungsi pengelolaan atas barang milik negara khususnya tanah dan/atau bangunan, termasuk mengambil berbagai keputusan administfatif (beschikking). Dalam kedudukannya sebagai pengelola barang dan dihubungkan dengan amanat Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, Menteri Keuangan juga berwenang mengajukan usul untuk memperoleh persetujuan, DPR, baik dalam rangka pemindahtangan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan maupun pemindahtangan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang nilainya di atas Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
2)    Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna barang mempunyai fungsi yang mengacu pada Pasal 9 huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 serta Pasal 4 huruf g dan huruf h, Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Fungsi menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna barang pada dasarnya menyangkut penggunaan barang milik negara yang ada dalam penguasaannya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga. Dalam melaksanakan fungsi dimaksud, menteri/pimpinan Lembaga berwenang menunjuk Icuasa pengguna barang.
3)    Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah mempunyai fungsinya mengacu pada Pasal 5 huruf c, Pasal 43 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah yang teknis pengelolaannya dilaksanakan oleh:
a)    sekretaris daerah sebagai pengelola barang atas dasar pertimbangan bahwa kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku bendahara umum daerah, fungsinya mengacu pada Pasal 9 ayat (2) huruf q dan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, berkedudukan dibawah sekretaris daerah;
b)    kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pengguna barang, fungsinya mengacu pada Pasal 10 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 serta Pasal 6 ayat (2) huruf f dan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004.
c.    Perencanaan Kebutuhan, Penganggaran, dan Pengadaan Barang Milik Negara/Daerah
Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah harus mampu menghubungkan antara ketersediaan barang sebagai hasil dari pengadaan yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar tindakan yang akan datang dalam rangka pencapaian efisiensi dan efektivitas pengelolaan barang milik negara/daerah. Hasil perencanaan kebutuhan tersebut merupakan salah satu dasar dalam penyusunan perencanaan anggaran pada kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Perencanaan anggaran yang mencerrninkan kebutuhan riil barang milik negara/daerah pada kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah selanjutnya menentukan pencapaian tujuan pengadaan barang yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah.
d.    Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah
Pada dasarnya barang milik negara/daerah digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/ satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Oleh karena itu, sesuai Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 barang milik negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan. Dalam rangka menjamin tertib penggunaan, pengguna barang harus melaporkan kepada pengelola barang atas semua barang milik negara/daerah yang diperoleh kementerian/ lembaga/satuan kerja perangkat daerah untuk ditetapkan status penggunaannya.
e.    Penatausahaan Barang Milik Negara/Daerah
Penatausahaan barang milik negara/daerah meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. barang milik negara/daerah yang berada di bawah penguasaan pengguna barang/kuasa pengguna barang harus dibukukan melalui proses pencatatan dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna oleh kuasa pengguna barang, Daftar Barang Pengguna oleh pengguna barang dan Daftar Barang Milik Negara/Daerah oleh pengelola barang. Proses inventarisasi, baik berupa pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik negara/daerah merupakan bagian dari penatausahaan. Hasil dari proses pembukuan dan inventarisasi diperlukan dalam melaksanakan proses pelaporan barang milik negara/daerah yang dilakukan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, dan pengelola barang.
Hasil penatausahaan barang milik negara/daerah digunakan dalam rangka:
-     penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah setiap tahun;
-    perencanaan kebutuhan pengadaan, dan pemeliharaan barang milik negara/ daerah setiap tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran;
-    pengamanan administratif terhadap barang milik negara/daerah.
f.    Pengamanan dan Pemeliharaan Barang-Milik Negara/Daerah
Pengamanan administrasi yang ditunjang oleh pengamanan fisik dan pengamanan hukum atas barang milik negara/daerah merupakan bagian penting dari pengelolaan barang milik negara/daerah. Kuasa pengguna barang, pengguna barang dan pengelola barang memiliki wewenang dan tangling jawab dalam menjamin keamanan barang milik negara/daerah yang erada di bawah penguasaannya dalam rangka menjamin pelaksanaar tugas pokok dan fungsi pemerintah.
g.    Penilaian Barang Milik Negara/Daerah
Penilaian barang milik negara/daerah diperlukan dalam rangka mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nilai wajar atas barang milik negara/daerah yang diperoleh dari penilaian ini merupakan unsur penting dalam rangka penyusunan neraca pemerintah, pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah.
h.    Pemanfaatan dan Pemindahtanganan
Barang milik negara/daerah dapat dimanfaatkan atau dipindahtangankan apabila tidak digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah. Dalam konteks pemanfaatan tidak terjadi adanya peralihan kepemilikan dari pemerintah kepada pihak lain. Sedangkan dalam konteks pemindahtanganan akan terjadi peralihan kepemilikan atas barang milik negara/daerah dari pemerintah kepada pihak lain.
Tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsi instansi pengguna barang harus diserahkan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola barang untuk barang milik negara, atau gubernur /bupati/walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah untuk barang milik daerah. Penyerahan kembali barang milik negara/daerah tersebut dilakukan dengan memperhatikan kondisi status tanah dan/atau bangunan, apakah telah bersertifikat (baik dalam kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah) atau tidak bersertifikat (baik dalam kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah). Barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan tersebut selanjutnya didayagunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara, yang meliputi fungsi-fungsi berikut:
1)    Fungsi pelayanan
Fungsi ini direalisasikan melalui pengalihan status penggunaan, di mana barang milik negara/daerah dialihkan penggunaannya kepada instansi pemerintah lainnya untuk digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
2)    Fungsi budgeter
Fungsi ini direalisasikan melalui pemanfaatan dan pemindahtanganan. Pemanfaatan dimaksud dilakukan dalam bentuk sewa, kerjasama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna. Sedangkan pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal negara/daerah.
Kewenangan pelaksanaan pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan pada barang milik negara prinsipnya dilakukan oleh pengelola barang, dan untuk barang milik daerah dilakukan oleh gubernur/ bupati/walikota, kecuali hal-hal sebagai berikut:
1)    Pemanfaatan tanah dan/atau bangunan untuk memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas pokok dan fungsi instansi pengguna dan berada di dalam lingkungan instansi pengguna, contohnya : kantin, bank dan koperasi.
2)    Pemindahtanganan dalam bentuk tukar-menukar berupa tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan untuk tugas pokok dan fungsi namun tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota.
3)    Pemindahtanganan dalam bentuk penyertaan modal pemerintah pusat/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sejak awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
Pengecualian tersebut, untuk barang milik negara dilakukan ojeh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang, sedangkan untuk barang milik daerah dilakukan oleh pengelola barang dengan persetujuan gubernur/ bupati/walikota;




Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.    Barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
2.    Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
3.    Pengelola barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah.
4.    Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah.
5.    Kuasa pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
6.    Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara/daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
7.    Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukam oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan. tugas pokok dan fungsi instansi yang bersarigkutan.
8.    Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
9.    Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah oleh pihak lain dalahi jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
10.    Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola barang.
11.    Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya.
12.    Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnyajangka waktu.
13.    Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
14.    Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
15.    Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.
16.    Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
17.    Tukar-menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah pusat/pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.
18.    Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.
19.    Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
20.    Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
21.    Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik negara/daerah.
22.    Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai barang milik negara/daerah.
23.    Daftar barang pengguna, yang selanjutnya disingkat dengan DBP, adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing pengguna barang.
24.    Daftar barang kuasa pengguna, yang selanjutnya disingkat dengan DBKP, adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh masing-masing kuasa pengguna barang
25.    Kementerian negara/lembaga adalah kementerian negara/ lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
26.    Menteri/pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertanggungjawab atas penggunaan barang kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
27.    Pihak lain adalah pihak-pihak selain kementerian negara/lembaga dan satuan kerja perangkat daerah.
Cukup jelas.

Pasal 2
(1)    Barang milik negara/daerah meliputi:
a.    barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D;
b.     barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah;
Cukup jelas.
2)    Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a.    barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
Cukup jelas.
b.    barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
Termasuk dalam pengertian ini meliputi: kontrak karya, kontrak bagi hasil, kontrak kerja sama pemanfaatan.
c.    barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau
Misalnya: Undang-Undang Kepabeanan, termasuk pengertian ini meliputi barang milik negara yang diperoleh dari aset asing/cina dan sebagainya.
d.    barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Cukup jelas.

Pasal 3
(1)    Pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.
(2)    Pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi:
a.    perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
b.    pengadaan;
c.    penggunaan;
d.    pemanfaatan;
e.    pengamanan dan pemeliharaan;
f.    penilaian;
g.    penghapusan;   
h.    pemindahtanganan;
i.    penatausahaan;
j.    pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Cukup jelas.

BAB II
PEJABAT PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

Bagian Kesatu
Pengelola Barang

Pasal 4
(1)    Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah pengelola barang milik negara.
(2)    Pengelola barang milik negara berwenang dan bertanggungjawab:
a.    merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan barang milik negara;
b.    meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik negara;
c.    menetapkan status penguasaan dan penggunaan barang milik negara;
d.    mengajukan usul pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan bangunan yang memerlukan persetujuan DPR;
e.    memberikan keputusan atas usul pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR sepanjang dalam batas kewenangan Menteri Keuangan;
f.    memberikan pertimbangan dan meneruskan usul pemindahtanganan barang milik negara berupa lanah dan bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR sepanjang dalani.batas kewenangan Presiden;
g.    memberikan keputusan atas usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik negara selain tanah dan bangunan sesuai batas kewenangannya;
h.    memberikan pertimbangan dan meneruskan usul pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan bangunan kepada Presiden atau DPR;
i.    menetapkan    penggunaan,    pemanfaatan    atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
j.    memberikan keputusan atas usul pemanfaatan barang milik negara selain tanah dan bangunan;
k.    melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik negara serta menghimpun hasil inventarisasi;
l.    melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik negara;
m.    menyusun dan mempersiapkan Laporan Rekapitulasi barang milik negara/daerah kepada Presiden secvaktu diperlukan.
Cukup jelas.

Pasal 5
(1)    Gubernur/bupati/walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah.
Cukup jelas.
(2)    Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah mempunyai wewenang :
a.    menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;
b.    menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
c.    menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah;
d.    mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD;
e.    menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya;
f.    menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Cukup jelas.
(3)    Sekretaris daerah adalah pengelola barang milik daerah.
Cukup jelas.
(4)    Pengelola barang milik daerah berwenang dan bertanggung jawab:
a.    menetapkan pejabat'yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah;
Cukup jelas.
b.    meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;
Cukup jelas.
c.    meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah;
Cukup jelas.
d.    mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh gubernur/bupati/walikota atau DPRD;
Yang dimaksud dengan mengatur pelaksanaan adalah menindaklanjuti persetujuan gubernur/ bupati/walikota secara administratif.
e.    melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah;
Cukup jelas.
f.    melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah.
Cukup jelas.

Bagian Kedua
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

Pasal 6
(1)    Menteri/pimpinan lembaga selaku pimpinan kementerian negara/lembaga adalah pengguna barang milik negara.
Cukup jelas.
(2)    Pengguna barang milik negara berwenang dan bertanggungjawab:
a.    menetapkan kuasa pengguna barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik negara;
Cukup jelas.
b.    mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik negara untuk kementerian negara/ lembaga yang dipimpinnya;
Cukup jelas.
c.    melaksanakan pengadaan barang milik negara sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku;
Cukup jelas.
d.    mengajukan permohanan penetapan status tanah dan bangunan untuk penguasaan dan penggunaan barang milik negara yang diperoleh dari beban APBN dan perolehan lainnya yang sail;
Cukup jelas.
e.    menggunakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga;
Cukup jelas.


f.    mengamankan dan memelihara barang milik negara yang berada dalam penguasaannya;
Cukup jelas.
g.    mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan bangunan;
Cukup jelas.
h.    mengajukan usul pemindahtanganan dengan tindak lanjut tukar menukar berupa tanah dan bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi namun tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
Cukup jelas.
i.    mengajukan usul pemindahtanganan dengan tindak lanjut penyertaan modal pemerintah pusat/daerah atau hibah yang dari awal pengadaaannya sesuai peruntukkan yang tercantum dalam dokumen penganggaran;
Cukup jelas.
j.    menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya kepada pengelola barang;
Penyerahan dimaksud meliputi bukan hanya terhadap tanah dan bangunan yang berlebih tetapi juga termasuk tanah dan bangunan yang karena alasan tertentu tidak dapat lagi digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan.
k.    melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik negara yang ada dalam penguasaannya;
Cukup jelas.
l.    melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik negara yang berada dalam penguasaannya;
Cukup jelas.
m.    menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan(LBPT) yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.
Cukup jelas.

Pasal 7
(1)    Kepala kantor dalam lingkungan kementerian negara/lembaga adalah kuasa pengguna barang milik negara dalam lingkungan kantor yang dipimpinnya.
Yang dimaksud dengan Kepala Kantor adalah pejabat yang mempunyai anggaran/Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) seperti sekretaris jenderal, inspektur jenderal, direktur jenderal, kepala kantor wilayah, dan kepala kantor satuan kerja.
(2)    Kuasa pengguna barang milik negara berwenang dan bertanggungjawab:
a.    mengajukan rencana kebutuhan barang milik negara untuk lingkungan kantor yang dipimpinnya kepada pengguna barang;
b.    mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dart penggunaan barang milik negara yang diperoleh dari beban APBN dan perolehan lainnya yang sah kepada pengguna barang;
c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik negara yang berada dalam penguasaannya;
d.    menggunakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kantor yang dipimpinnya;
e.    mengamankan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya;
f.    mengajukan usul pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR dan barang milik negara selain tanah dan bangunan kepada pengguna barang;
g.    menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kantor yang dipimpinnya kepada pengguna barang;
h.    melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik negara yang ada dalam penguasaannya;
i.    menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam penguasaannya kepada pengguna barang.
Cukup jelas.

Pasal 8
(1)    Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna barang milik daerah.
(2)    Kepala satuan kerja perangkat daerah berwenang dan bertanggungjawab:
a.    mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
b.    mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
c.    melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
d.    menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
c.     mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
f.    mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan bangunan;
g.    menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya kepada gubernur/bupati/walikota melalui pengelola barang;
h.    melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya;
i.    menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.
Cukup jelas.
BAB III
PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGANGGARAN

Pasal 9
(1)    Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah disusun dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada.
Yang dimaksud dengan ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada adalah barang milik negara/daerah, baik yang ada di pengelola barang maupun pengguna barang.
(2)    Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga.
Perencanaan kebutuhan dimaksud meliputi perencanaan kebutuhan pengadaan dan perencanaan kebutuhan pemeliharaan barang milik negara/daerah.
(3)    Standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh pengelola barang setelah berkoordinasi dengan instansi atau dinas teknis terkait.
Yang dimaksud standar kebutuhan adalah standar sarana dan prasarana.

Pasal 10
(1)    Pengguna barang menghimpun usul rencana kebutuhan barang yang diajukan oleh kuasa pengguna barang yang berada di bawah Iingkungannya.
(2)    Pengguna barang menyampaikan usul rencana kebutuhan barang milik negara/daerah kepada pengelola barang.
(3)    Pengelola barang bersama pengguna barang membahas usul tersebut dengan memperhatikan data barang pada pengguna barang dan/atau pengelola barang untuk ditetapkan sebagai Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah (RKBMN/D).
-    Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah tersebut digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.
-    Termasuk data barang pada pengguna barang dan/atau pengelola barang adalah Laporan Pengguna Barang Semesteran, Laporan Pengguna Barang Tahunan, Laporan Pengelola Barang Semesteran, Laporan Pengelola Tahunan, dan sensus barang serta Laporan Barang Milik Negara/Daerah Semesteran dan Tahunan.

BAB IV
PENGADAAN

Pasal 11
Pengadaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.
Cukup jelas.

Pasal 12
(1)    Pengaturan mengenai pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan barang milik negara/daerah selain tanah diatur dengan Peraturan Presiden.
Cukup jelas.

BAB V
PENGGUNAAN

Pasal 13
Status penggunaan barang ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    barang milik negara oleh pengelola barang;
b.    barang milik daerah oleh gubernur/bupati/walikota.
Cukup jelas.

Pasal 14
(1)    Penetapan status penggunaan barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf (a) dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
a.    Pengguna barang melaporkan barang milik negara yang diterimanya kepada pengelola barang disertai dengan usul penggunaan;
Usul penggunaan meliputi barang milik negara yang digunakan oleh pengguna barang untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi, termasuk barang milik negara yang ada pada pengguna barang yang direncanakan untuk dihibahkan kepada pihak ketiga atau yang akan dijadikan penyertaan modal negara.
b.    Pengelola barang meneliti laporan tersebut dan menetapkan status penggunaan barang milik negara dimaksud.
Penetapan status penggunaan barang milik negara oleh pengelola barang disertai dengan ketentuan:
1)    pengguna barang mencatat barang milik negara tersebut dalam Daftar Barang Pengguna apabila barang milik negara itu akan digunakan sendiri oleh pengguna barang untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya;
2)    pengguna barang menyampaikan Berita Acara Serah Ter ima Pengelolaan Sementara Barang Milik Negara kepada pengelola barang apabila barang milik negara itu akan dihibahkan atau dijadikan penyertaan modal negara.
(2)    Penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf (b) dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
a.    Pengguna barang melaporkan barang milik daerah yang diterimanya kepada pengelola barang disertai dengan usul penggunaan;
Usul penggunaan meliputi barang milik daerah yang digunakan oleh pengguna barang untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi, termasuk barang milik daerah yang ada pada pengguna barang yang direncanakan untuk dihibahkan kepada pihak ketiga atau yang akan dijadikan penyertaan modal daerah.
b.    Pengelola barang meneliti laporan tersebut dan mengajukan usul penggunaan dimaksud kepada gubernur/bupati/walikota untuk ditetapkan status penggunaannya.
Penetapan status penggunaan barang milik daerah oleh pengelola barang disertai dengan ketentuan:
1)    pengguna barang mencatat barang milik daerah tersebut dalam Daftar Barang Pengguna apabila barang milik daerah itu akan digunakan sendiri oleh pengguna barang untuk menyelenggarakan tupoksinya;
2)    pengguna barang menyampaikan Berita Acara Serah Terima Pengelolaan Sementara Barang Milik Daerah kepada pengelola barang apabila barang milik daerah itu akan dihibahkan atau dijadikan penyertaan modal daerah.

Pasal 15
Barang milik negara/daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.
Cukup jelas.

Pasal 16
(1)    Penetapan status penggunaan tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang yang bersangkutan.
(2)    Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara; atau
b.    gubernur/bupati/walikota melalui pengelola barang untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.

Pasal 17
(1)    Pengelola barang menetapkan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan yang harus diserahkan oleh pengguna barang karena sudah tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan.
(2)    Gubernur/bupati/walikota menetapkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang harus diserahkan oleh pengguna barang karena sudah tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan.
(3)    Dalam menetapkan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola barang memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.    standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan untuk menyelenggarakan dan menunjang tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan;
b.    hasil audit atas penggunaan tanah dan/atau bangunan.

(4) Tindak lanjut pengelolaan atas penyerahan tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.    ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah lainnya;
b.    dimanfaatkan dalam rangka optimalisasi barang milik negara/daerah;
c.    dipindahtangankan.
Yang dimaksud tindak lanjut pengelolaan dalam ayat ini, bahwa diupayakan terlebih dahulu memprioritaskan penetapan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah lainnya. Yang selanjutnya apabila ternyata tidak diperlukan/dibutuhkan instansi pengguna lain dalam melaksanakan tugas pokok .dan fungsi, maka pemanfaatan terhadap barang tersebut diupayakan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan barang milik negara/daerah. Pemindahtanganan merupakan upaya terakhir apabila barang tersebut memang benar-benar sudah tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan.

Pasal 18
(1)    Pengguna barang milik ,negara yang tidak menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan kepada pengelola barang dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan tanah dan/atau bangunan dimaksud.
(2)    Pengguna barang milik daerah yang tidak menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan kepada gubernur/bupati/walikota dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan tanah dan/atau bangunan dimaksud.
(3)    Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan sesuai dengan Pasal 16 ayat, (1) dicabut penetapan status penggunaannya.
Cukup jelas.

BAB VI
PEMANFAATAN

Bagian Pertama
Kriteria Pemanfaatan

Pasal 19
(1)    Pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dilaksanakan oleh pengelola barang.
Pemanfaatan barang milik negara untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dilakukan oleh pengelola barang dalam rangka peningkatan penerimaan negara sebagai sumber pendapatan negara yang merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi bendahara umum negara.
(2)    Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
Pemanfaatan barang milik daerah untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dilakukan oleh pengelola barang dalam rangka peningkatan penerimaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah yang merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi bendahara umum daerah.
(3)    Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang/kuasa pengguna barang dilakukan oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang.
Yang dimaksud dengan menunjang kepentingan penyelenggaraan tugas pokdk dan fungsi adalah untuk kepentingan kegiatan di lingkungan perkantoran, seperti kantin, bank, koperasi, ruang serbaguna/aula.
(4)    Pemanfaatan barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang;
Barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan yang menjadi lingkup pemanfaatan ini adalah barang milik negara/daerah yang sudah tidak digunakan oleh pengguna barang untuk menyelenggarakan atau menunjang tupoksi instansi bersangkutan.
(5)    Pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum.
Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat ini antara lain kondisi/keadaan barang milik negara/ daerah dan rencana penggunaan/ peruntukan.

Bagian Kedua
Bentuk Pemanfaatan

Pasal 20
Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa:
a.    sewa;
b.    pinjam pakai;
c.    kerjasama pemanfaatan;
d.    bangun guna serah dan bangun serah guna.
Cukup jelas.

Bagian Ketiga
Sewa

Pasal 21
(1)    Penyewaan barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan bentuk:
a.    penyewaan barang milik negara atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada pengelola barang;
b.    penyewaan barang milik daerah atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur/bupati/walikota;
c.    penyewaan atas sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3);
d.    penyewaan atas barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2)    Penyewaan atas barang milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh pengelola barang.
(3)    Penyewaan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/ bupati/walikota.
(4)    Penyewaan atas barang milik negara /daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d, dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang.
Cukup jelas.

Pasal 22
(1)    Barang milik negara/daerah dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan negara/daerah.
Pemanfaatan barang milik daerah, selain penyewaan dapat dipungut retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
(2)    Jangka waktu penyewaan barang milik negara/daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang.
Cukup jelas.
(3)    Penetapan formula besaran tarif sewa dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    barang milik negara oleh pengelola barang;
b.    barang milik daerah oleh gubernur/bupati/walikota.
Cukup jelas.
(4)    Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa-menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:
a.    pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b.    jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;
c.    tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selamajangka waktu penyewaan;
d.    persyaratan lain yang dianggap perlu.
Cukup jelas.
(5)    Hasil penyewaan merupakan penerimaan negara/daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas umum negara/daerah.
Uang sewa dibayar dimuka sesuai dengan jangka waktu penyewaan.

Bagian Keempat
Pinjam Pakai

Pasal 23
(1)    Pinjam pakai barang milik negara/daerah dilaksanakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah.
Tidak termasuk dalam pengertian pinjam pakai dalam ayat ini adalah pengalihan penggunaan barang antar pengguna barang milik negara atau antar pengguna barang milik daerah yang merupakan bentuk perubahan status penggunaan.
(2)    Jangka waktu pinjam pakai barang milik negara/daerah paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang.
Cukup jelas.
(3)    Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a.    pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b.    jenis, Iuas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;
c.    tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman;
d.    persyaratan lain yang dianggap perlu.
Cukup jelas.

Bagian Kelima
Kerjasama Pemanfaatan

Pasal 24
Kerjasama pemanfaatan barang milik negara/daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka :
a.    mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik negara/daerah;
b.    meningkatkan penerimaan negara/pendapatan daerah.
Cukup jelas.

Pasal 25
(1)    Kerjasama pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan bentuk:
a.    kerjasama pemanfaatan barang milik negara atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada pengelola barang;
b.    kerjasama pemanfaatan barang milik daerah atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur/ bupati/ walikota;
c.    kerjasama pemanfaatan atas sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna barang;
d.    kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/ daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2)    Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh pengelola barang.
(3)    Kerjasama pemanfaatan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
(4)    Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d, dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
Cukup jelas.

Pasal 26
(1) Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk memenuhi biaya operasional/pemeliharaan/ perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik negara/daerah dimaksud;
Cukup jelas.

b.    mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/peminat, kecuali untuk barang milik negara/daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung;
Yang termasuk barang milik negara/daerah yang bersifat khusus antara lain barang yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
c.    mitra kerjasama pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap ke rekening kas umum negara/daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan;
Cukup jelas.
d.    besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;
Cukup jelas.
e.    besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan harus mendapat persetujuan pengelola barang;
Cukup jelas.
f.    selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama pemanfaatan dilarang menjamilikan atau menggadaikan barang milik negara/daerah yang menjadi obyek kerjasama pemanfaatan;
Cukup jelas.
g.    jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
Cukup jelas.
(2)    Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah.
Cukup jelas.

Bagian Keenam
Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna

Pasal 27
(1)    Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik negara/daerah dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut:
a.    pengguna barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi; dan
Spesifikasi bangunan dan fasilitas pada pelaksanaan bangun guna serah dan bangun serah guna disesuaikan dengan kebutuhan peiiyelenggaraan tugas pokok dan fungsi.
b.    tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas dimaksud.
Cukup jelas.
(2)    Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pengelola barang.
Cukup jelas.
(3)    Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/ bupati/walikota.
Cukup jelas.
(4)    Tanah yang status penggunaannya ada pada pengguna barang dan telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang yang bersangkutan, dapat dilakukan bangun guna serah dan bangun serah guna setelah terlebih dahulu diserahkan kepada:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.
(5)    Bangun guna serah dan bangun serah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh pengelola barang dengan mengikutsertakan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Keikutsertaan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang dalam pelaksanaan bangun guna serah dan bangun serah guna dimulal dari cahap persiapan pembangunan, pelaksanaan pembangunan sampai dengan penyerahan hasil bangun serah guna dan bangun guna serah.

Pasal 28
Penetapan status penggunaan barang milik negara/daerah sebagai hasil dari pelaksanaan bangun guna serah dan bangun serah guna dilaksanakan oleh:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara, dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga terkait;
b.    gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah, dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah terkait.
Yang dimaksud dengan hasil adalah bangunan beserta fasilitas yang telah diserahkan oleh mitra setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan untuk bangun guna serah dan setelah selesainya pembangunan untuk bangun serah guna.

Pasal 29
(1)    Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani.
Cukup jelas.
(2)    Penetapan mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna dilaksanakan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/ peminat.
Cukup jelas.
(3)    Mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:
a.    membayar kontribusi ke rekening kas umum negara/ daerah setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;
Cukup jelas.
b.    tidak menjamilikan, menggadaikan atau memindah¬tangankan objek bangun guna serah dan barigun serah guna;
Cukup jelas.
c.    memelihara objek bangun guna serah dan bangun serah guna.
Yang dimaksud objek bangun guna serah dan bangun serah guna dalam ketentuan ini adalah tanah beserta bangunan dan atau sarana berikut fasilitasnya.
(4)    Dalam jangka waktu pengoperasian, sebagian barang milik negara/daerah hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus dapat digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah.
Cukup jelas.
(5)    Banguti guna serah dan bangun serah guna dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a.    pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b.    objek bangun guna serah dan bangun serah guna;
c.    jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna;
d.    hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian;
e.    persyaratan lain yang dianggap perlu.
Cukup jelas.
(6)    Izin mendirikan bangunan hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus diatasnamakan Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah.
Cukup jelas.
(7)    Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan bangun guna serah dan bangun serah guna tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.
Cukup jelas.

Pasal 30
(1)    Mitra bangun guna serah barang milik negara harus menyerahkan objek bangun guna serah kepada pengelola barang pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah.
(2)    Mitra bangun guna serah barang milik daerah harus menyerahkan objek bangun guna serah kepada gubernur/bupati/walikota pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah.
(3)    Bangun serah guna barang milik negara dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    mitra bangun serah guna harus menyerahkan objek bangun serah guna kepada pengelola barang segera setelah selesainya pethbangunan;
b.    mitra bangun serah guna dapat mendayagunakan barang milik negara tersebut sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perjanjian;
c.    setelah jangka waktu. pendayagunaan berakhir, objek bangun serah guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh pengelola barang.
(4) Bangun serah guna barang milik daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    mitra bangun serah guna harus menyerahkan objek bangun serah guna kepada gubernur/ bupati/walikota segera setelah selesainya pembangunan;
b.    mitra bangun serah guna dapat mendayagunakan barang milik daerah tersebut sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perjanjian;
c.    setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek bangun serah guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh gubernur/bupati/ walikota.
Cukup jelas.

Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan ewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan:
Cukup jelas.

BAB VII
PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN

Bagian Pertama
Pengamanan

Pasal 32
(1)    Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya.
Cukup jelas.
(2)    Pengamanan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum.
-    Pengamanan administrasi  meliputi kegiatan pembukuan, penginventarisasian dan pelaporan barang milik negara/daerah serta penyimpanan dokumen kepemilikan secara tertib.
-     Pengamanan fisik antara lain ditujukan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang.
Pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan antara lain dilakukan dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas tanah, sedangkan untuk selain tanah dan bangunan antara lain dilakukan dengan cara penyimpanan dan pemeliharaan.
-    Pengamanan hukum antara lain meliputi kegiatan melengkapi bukti status kepemilikan.

Pasal 33
(1)    Barang milik negara/daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/ pemerintah daerah yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan adalah penerbitan sertifikat hak atas tanah milik pemerintah pusat langsung atas nama Pemerintah Republik Indonesia dan penerbitan sertifikat hak atas. tanah milik pemerintah daerah langsung atas nama pemerintah propinsi/kabupaten/ kota. Selanjutnya pengelola barang untuk tanah milik pemerintah pusat, dan gubernur/bupati/ walikota untuk tanah milik pemerintah daerah, akan menerbitkan surat penetapan status penggunaan tanah kepada masing-masing pengguna barang/ kuasa pengguna barang sebagai dasar penggunaan tanah tersebut. Hak atas tanah yang dapat diterbitkan berupa hak yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang¬undangan yang berlaku.
(2)    Barang milik negara/daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
Cukup jelas.
(3)    Barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama pengguna barang.
Cukup jelas.
(4)    Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama pemerintah daerah yang bersangkutan.
Cukup jelas.

Pasal 34
(1)    Bukti kepemilikan barang milik negara/daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman.
(2)    Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh pengelola barang
(3)    Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh pengguna barang/kuasa pengguna barang.
(4)    Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik daerah dilakukan oleh pengelola barang.
Cukup jelas.

Bagian Kedua
Pemeliharaan

Pasal 35
(1)    Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik negara/daerah yang ada di bawah penguasaannya.
Yang dimaksud dengan pemeliharaan adalah suatu rangkaian kegiatan untuk menjaga kondisi dan memperbaiki semua barang milik negara/daerah agar selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
(2)    Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB).
Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang merupakan bagian dari Daftar Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah.
(3)    Biaya pemeliharaan barang milik negara/daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.
Cukup jelas.
Pasal 36
(1)    Kuasa pengguna barang wajib membuat daftar hasil pemeliharaan barang yang berada dalam kewenangannya dan melaporkan/menyampaikan daftar 'hasil pemeliharaan barang tersebut kepada pengguna barang secara oerkala.
Yang dimaksud secara berkala adalah setiap enam bulan/per semester.
(2)    Pengguna barang atau pejabat yang ditunjuk meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam satu tahun anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan barang milik negara/daerah.
Cukup jelas.

BAB VIII
PENILAIAN

Pasal 37
Penilaian barang milik negara/daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah.
Cukup jelas.

Pasal 38
Penetapan nilai barang milik negara/daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Cukup jelas.

Pasal 39
(1)    Penilaian barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pengelola barang, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh pengelola barang.
Yang dimaksud dengan tim adalah panitia penaksir harga yang unsurnya terdiri dari instansi terkait. Yang dimaksud dengan penilai independen adalah penilai yang bersertifikat dibidang penilaian aset yang dikeluarkan 4leh pejabat yang berwenang.
(2)    Penilaian barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh gubernur/ bupati/walikota.
Yang dimaksud dengan penilai independen adalah penilai yang bersertifikat dibidang penilaian aset yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
(3)    Penilaian barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar, dengan estimasi terendah menggunakan NJOP.
Cukup jelas.
(4)    Hasil penilaian barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.

Pasal 40
(1)    Penilaian barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pengguna barang, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh pengguna barang.
Yang dimaksud dengan tim adalah panitia penaksir harga yang unsumya terdiri dari instansi terkait.
Yang dimaksud dengan penilai independen adalah penilai yang bersertifikat dibidang penilaian aset yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
(2)    Penilaian barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pengelola barang, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan pengelola barang.
Yang dimaksud dengan penilai independen adalah penilai yang bersertifikat di bidang penilaian aset yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
(3)    Penilaian barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar.
Cukup jelas.
(4)    Hasil penilaian barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh:
a.    pengguna barang untuk barang milik negara;
b.    pengelola barang untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.

BAB IX
PENGHAPUSAN

Pasal 41
Penghapusan barang milik negara/daerah meliputi:
a.    penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau kuasa pengguna;
b.    penghapusan dari daftar barang milik negara/daerah.
Cukup jelas.

Pasal 42
(1)    Penghapusan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a, dilakukan dalam hal barang milik negara/daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang;
Barang milik negara/daerah sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang disebabkan karena:
(1)    penyerahan kepada pengelola barang;
(2)    pengalihgunaan barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada pengguna barang lain;
(3)    pemindahtanganan atas barang milik negara/daerah selain tanah dan/ atau bangunan kepada pihak lain;
(4)    pemusnahan;
(5)    sebab-sebab lain antara lain karena hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair.
(2)    Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan surat keputusan penghapusan dari:
a.    pengguna barang setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengguna barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota atas usul pengelola barang untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.
(3) Pelaksanaan atas penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya dilaporkan kepada pengelola barang.
Cukup jelas.

Pasal 43
(1)    Penghapusan barang milik negara/daerah dari daftar barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b dilakukan dalam hal barang milik negara/daerah dimaksud sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab¬-sebab lain.
Yang dimaksud dengan beralihnya kepemilikan adalah karena atas barang milik negara/daerah dimaksud telah terjadi pemindahtanganan atau dalam rangka menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya.
Yang dimaksud karena sebab-sebab lain antara lain adalah karena hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair.
(2)    Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan surat keputusan penghapusan dari:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.

Pasal 44
(1)    Penghapusan barang milik negara/daerah dengan tindak lanjut pemusnahan dilakukan apabila barang milik negara/daerah dimaksud:
a.    tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dipindahtangankan; atau
b.    alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan sesuai ketentuan perundang-undangan antara lain seperti Undang-Undang Kepabeanan.
(2)    Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
a.    pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengguna barang dengan surat keputusan dari pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.
(3)    Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada pengelola barang.
Cukup jelas.

BAB X
PEMINDAHTANGANAN

Bagian Pertama
Bentuk-Bentuk dan Persetujuan

Pasal 45
Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan barang milik negara/daerah meliputi:
a.    penjualan;
b.    tukar Menukar;
c.    hibah;
d.    penyertaan modal pemerintah pusat/daerah.
Cukup jelas.

Pasal 46
(1)    Pemindahtanganan barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 untuk:
a.    tanah dan/atau bangunan;
b.    selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR.
Cukup jelas.
(2)    Pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 untuk:
a.    tanah dan/atau bangunan;
b.    selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
dilakukan setelah mendapat persetujuan DPRD.
Cukup jelas.
(3)    Pemindahtanganan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a tidak memerlukan persetujuan DPR/DPRD, apabila:
a.    sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
-     Tidak sesuai dengan tata ruang wilayah artinya pada lokasi tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan wilayah, misalnya dari peruntukan wilayah perkantoran menjadi wilayah perdagangan.
-    Tidak sesuai dengan penataan kota artinya alas tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah dimaksud perlu dilakukan penyesuaian, yang berakibat pada perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut.
b.    harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;
Yang dihapuskan adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut untuk dirobohkan yang selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama (rekonstruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen penganggaran.
c.    diperuntukkan bagi pegawai negeri;
Yang dimaksud dengan tanah dan/atau bangunan diperuntukkan bagi pegawai negeri adalah:
-     tanah dan/atau bangunan, yang merupakan kategori rumah negara golongan III.
-    tanah, yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya untuk pembangunan perumahan pegawai negeri.
d.    diperuntukkan bagi kepentingan umum;
Yang dimaksudkan dengan kepentingan umum adalah kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan.
Kategori bidang-bidang kegiatan yang termasuk untuk kepentingan umum antara lain sebagai berikut:
-    jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air;
-    waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;
-    rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
-    pelabuhan atau bandar udara atau stasiun kereta api atau terminal;
-    peribadatan;
-    pendidikan atau sekolah;
-    pasar umum;
-    fasilitas pemakaman umum;
-    fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana;
-    pos dan telekomunikasi;
-    sarana olahraga;
-    stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya untuk lembaga penyiaran publik;
-    kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;
-    fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;
-    rumah susun sederhana;
-    tempat pembuangan sampah;
-    cagar alam dan cagar budaya;
-    pertamanan;
-    panti sosial;
-    pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
e.    dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-¬undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Barang milik negara/daerah yang ditetapkan sebagai pelaksanaan perundang-undangan karena adanya keputusan pengadilan atau penyitaan, dapat dipindahtangankan tanpa memerlukan persetujuan DPR.

Pasal 47
(1)    Usul untuk memperoleh persetujuan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) diajukan oleh pengelola barang.
(2)    Usul untuk memperoleh persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) diajukan oleh gubernur/bupati/walikota.   
Cukup jelas.

Pasal 48
(1)    Pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    untuk tanah dan/atau bangunan yang bernilai di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Presiden;
b.    untuk tanah dan/atau bangunan yang bemilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh pengelola barang;
(2) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dilakukan' oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
Cukup jelas.

Pasal 49
(1)    Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp.l0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh penguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
(2)    Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai di atas Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan Presiden.
(3)    Usul untuk memperoleh persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh pengelola barang.
Cukup jelas.

Pasal 50
Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
Cukup jelas.
Bagian Kedua
Penjualan

Pasal 51
(1)    Penjualan barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a.     untuk optimalisasi barang milik negara yang berlebih atau idle;
b.    secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara apabila dijual;
c.    sebagai pelaksanaan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Cukup jelas.
(2)    Penjualan barang milik negara/daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu.
Lelang adalah penjualan barang milik negara/daerah di hadapan pejabat lelang.
(3)    Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
a.    barang milik negara/daerah yang bersifat khusus;
Yang termasuk barang milik negara/daerah yang bersifat khusus adalah barang-barang yang diatur secara khusus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; misalnya, rumah negara golongan III yang dijual kepada penghuni, dan kendaraan dinas perorangan pejabat negara yang dijual kepada pejabat negara.
b.    barang milik negara/daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh pengelola barang.
Cukup jelas.

Pasal 52
(1)    Penjualan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
(2)    Penjualan barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh:
a.    pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.

Pasal 53
(1)    Penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    kuasa pengguna barang mengajukan usul kepada pengguna barang untuk diteliti dan dikaji;
b.    pengguna barang mengajukan usul penjualan kepada pengelola barang;
c.    pengelola barang meneliti dan mengkaji usul penjualan yang diajukan oleh pengguna barang sesuai dengan kewenangannya;
d.    pengelola barang mengeluarkan keputusan untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan penjualan yang diajukan oleh pengguna barang dalam batas kewenangannya;
e.    untuk penjualan yang memerlukan persetujuan Presiden atau DPR, pengelola barang mengajukan usul penjualan disertai dengan pertimbangan atas usulan dimaksud;
f.    penerbitan persetujuan pelaksanaan oleh pengelola barang untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada butir e dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden atau DPR.
(2)    Penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengguna barang mengajukan usul penjualan kepada pengelola barang;
b.    pengelola barang meneliti dan mengkaji usul penjualan yang diajukan oleh pengguna barang sesuai dengan kewenangannya;
c.    pengelola barang mengeluarkan keputusan untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan penjualan yang diajukan oleh pengguna barang dalam batas kewenangannya;
d.    Untuk penjualan yang memerlukan persetujuan gubernur/bupati/walikota atau DPRD, pengelola barang mengajukan usul penjualan disertai dengan pertimbangan atas usulan dimaksud.
(3)    Penerbitan persetujuan pelaksanaan oleh pengelola barang untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan setelah mendapat persetujuan gubernur/ bupati/walikota atau DPRD.
(4)    Hasil penjualan barang milik negara/daerah wajib disetor seluruhnya ke rekening kas umum negara/daerah sebagai penerimaan negara/daerah.
Cukup jelas.

Bagian Ketiga
Tukar-menukar

Pasal 54
(1)    Tukar-menukar barang milik negara/ daerah dilaksanakan dengan pertimbangan :
a.    untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelengga¬raan pemerintahan;
b.    untuk optimalisasi barang milik negara/daerah; dan
c.    tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.
Tukar menukar sebagaimana dimaksud dalam ayat ini ditempuh apabila pemerintah tidak dapat menyediakan tanah dan/atau bangunan pengganti.
(2)    Tukar menukar barang milik negara dapat dilakukan dengan pihak:
a.    pemerintah daerah;
b.    badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum milik pemerintah lainnya;
c.    swasta.
Yang dimaksud dengan pihak swasta dalam ayat ini adalah pihak swasta baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan.
(3)    Tukar menukar barang milik daerah dapat dilakukan dengan pihak:
a.    pemerintah pusat;
b.    badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum milik pemerintah Iainnya;
c.    swasta.
Yang dimaksud dengan pihak swasta dalam ayat ini adalah pihak swasta baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan.

Pasal 55
(1)    Tukar menukar barang milik negara/daerah dapat berupa:
a.    tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada pengelola barang untuk barang milik negara dan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah;
b.    tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
c.    barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Cukup jelas.
(2)    Penetapan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah, sesuai batas kewenangannya.
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 48 Peraturan Pemerintah ini.
(3)    Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.
(4) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayaf (1) huruf b dilaksanakan oleh:
a.    pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.
(5)    Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat. (1) huruf c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
Cukup jelas.

Pasal 56
(1)    Tukar menukar barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengelola barang mengkaji perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
Cukup jelas.
b.    pengelola barang menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan sesuai batas kewenangannya;
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 48 Peraturan Pemerintah ini.
c.    tukar menukar tanah dan/atau bangunan dilaksanakan melalui proses persetujuan dengan berpedoman pada ketentuan pada Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1);
Cukup jelas.
d.    pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
Cukup jelas.
(2)    Tukar menukar barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf b dan c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai alasan/ pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;
Cukup jelas.
b.    pengelola barang meneliti dan mengkaji alasan/ pertimbangan tersebut dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
Cukup jelas.
c.    apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 Peraturan Pemerintah ini.
d.    pengguna barang melaksanakan tukar menukar dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;
Cukup jelas.
e.    pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
Cukup jelas.

Pasal 57
(1)    Tukar menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengelola barang mengajukan usul tukar menukar tanah dan/atau bangunan kepada gubernur/ bupati/ walikota disertai, alasan/pertimbangan, dan kelengkapan data;
b.    gubernur/bupati/walikota meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
c.    apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, gubernur/ bupati/ walikota dapat memper¬timbangkan untuk menyetujui dan menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan;
d.    tukar menukar tanah dan/atau bangunan dilaksanakan melalui proses persetujuan dengan berpedoman pada ketentuan pada Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (2).
e.    pengelola barang melaksanakan tukar menukar dengan berpedoman pada persetujuan gubernur/ bupati/ walikota;
f.    pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
Cukup jelas.
(2) Tukar menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai alasan/pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;
Cukup jelas.
b.    pengelola barang meneliti dan mengkaji alasan/ pertimbangan tersebut dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
Cukup jelas.
c.    apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 50 Peraturan Pemerintah ini.
d.    pengguna barang melaksanakan tukar menukar dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;
Cukup jelas.
e.    pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
Cukup jelas.

Bagian Keempat
Hibah

Pasal 58
(1)    Hibah barang milik negara/daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.
(2)    Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.    bukan merupakan barang rahasia negara;
b.    bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak;
c.    tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.
Cukup jelas.

Pasal 59
(1)    Hibah barang milik negara/daerah dapat berupa:
a.    tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada pengelola barang untuk barang milik negara dan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah;
b.    tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaaannya direncanakan untuk dihibahkan sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran;
c.    barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Cukup jelas.
(2)    Penetapan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah, sesuai batas kewenangannya.
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 Peraturan Pemerintah ini.
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.
(4)    Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:
a.    pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.
(5)    Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
Cukup jelas.

Pasal 60
(1)    Hibah barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengelola barang mengkaji perlunya hibah berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58;
Cukup jelas.
b.    pengelola barang menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sesuai batas kewenangannya;
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 48 Peraturan Pemerintah ini.
c.    proses persetujuan hibah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1);
Cukup jelas.
d.    pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
Cukup jelas.
(2) Hibah barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf b dan c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai dengan alasan/pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern-instansi pengguna barang;
Cukup jelas.
b.    pengelola barang meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58;
Cukup jelas.
c.    apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 Peraturan Pemerintah ini.
d.    pengguna barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;
Cukup jelas.
e.    pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
Cukup jelas.

Pasal 61
(1)    Hibah barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengelola barang mengajukan usul hibah tanah dan/atau bangunan kepada gubernur/ bupati/walikota disertai dengan alasan/pertimbangan, dan kelengkapan data;
Cukup jelas.
b.    gubernur/bupati/walikota meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58;
Cukup jelas.
c.    apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, gubernur/bupati/walikota dapat mempertimbangkan untuk menetapkan dan/atau menyetujui tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan;
Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan, tidak memerlukan adanya penetapan gubernur/ bupati/ walikota.
d.    proses persetujuan hibah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (2);
Cukup jelas.
e.    pengelola barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan gubernur/bupati/ walikota;
Cukup jelas.
f.    pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
Cukup jelas.
(2)    Hibah barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengguna barang mengajukan usulan kepada Pengelola Barang disertai alasan/ pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;
Cukup jelas.
b.    pengelola barang meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58;
Cukup jelas.
c.    apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 50 Peraturan Pemerintah ini.
d.    pengguna barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;
Cukup jelas.
e.    pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang,
Cukup jelas.

Bagian Kelima
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah

Pasal 62
(1)    Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah atas barang milik negara/daerah dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara/daerah;
(2)    Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a.    barang milik negara/daerah yang dari awal pengadaaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara/daerah dalam rangka penugasan pemerintah; atau
b.    barang milik negara/daerah lebih optimal apabila dikelola oleh badan usaha milik Negara/daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara/daerah baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
Cukup jelas.

Pasal 63
(1)    Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah atas barang milik negara/daerah dapat berupa:
a.    tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada pengelola barang untuk barang milik negara dan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah;
Cukup jelas.
b.    tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah pusat/daerah sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran;
Cukup jelas.
c.    barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dimaksud pada ayat ini meliputi:
-    barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya untuk disertakan sebagai modal pemerintah;
-    barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih optimal untuk disertakan sebagai modal pemerintah.
(2)    Penetapan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah pusat/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah, sesuai batas kewenangannya.
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 48 Peraturan Pemerintah ini.
(3)    Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah atas barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:
a.    pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/ bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.
(4)    Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah atas barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:
a.    pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang milik negara;
b.    pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/ bupati/walikota untuk barang milik daerah.
Cukup jelas.
(5)    Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah atas barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) burin- c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
Cukup jelas.

Pasal 64
(1)    Penyertaan modal pemerintah pusat atas barang milik negara (1) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengelola barang mengkaji perlunya penyertaan modal pemerintah berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62;
Termasuk dalam kegiatan pengkajian adalah kegiatan koordinasi dengan badan usaha milik negara/daerah, kementerian negara/lembaga yang bertanggungjawab di bidang pembinaan badan usaha milik negara/daerah.
b.    pengelola barang menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah sesuai batas kewenangannya;
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaifnana yang dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 48 Peraturan Pemerintah ini.


c.    proses persetujuan penyertaan modal pemerintah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1);
Cukup jelas.
d.    pengelola barang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan melibatkan instansi terkait;
Cukup jelas.
e.    pengelola barang menyampaikan Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden untuk ditetapkan;
Cukup jelas.
f.    penggelola barang melakukan serah terima barang kepada badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum lainnya milik negara/daerah yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Pemerintah ditetapkan.
Cukup jelas.
(2) Penyertaan modal pemerintah pusat atas barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf b dan c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai dengan alasan/ pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;
Apabila perolehan barang milik negara berasal dari pengeluaran anggaran, maka usulan penyertaan modal pemerintah disertai hasil audit badan pemeriksa pemerintah.
b.    pengelola barang meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62;
Termasuk dalam kegiatan pengkajian adalah kegiatan koordinasi dengan badan usaha milik negara/daerah, kementerian negara/lembaga yang bertanggungjawab di bidang pembinaan badan usaha milik negara/daerah dan pengguna barang.
c.    apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 Peraturan Pemerintah ini.
d.    pengelola barang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan melibatkan instansi terkait;
Cukup jelas.
e.    pengelola barang menyampaikan Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden untuk ditetapkan;
Cukup jelas.
f.    pengguna barang melakukan serah terima barang kepada badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum lainnya milik negara/daerah yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Pemerintah ditetapkan.
Cukup jelas.

Pasal 65
(1)    Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengelola barang mengajukan usul penyertaan modal pemerintah atas tanah dan/atau bangunan kepada gubernur/bupati/walikota disertai dengan alasan/ pertimbangan, dan kelengkapan data;
Cukup jelas.
b.    gubernur/bupati/walikota meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62;
Termasuk dalam kegiatan pengkajian adalah kegiatan koordinasi dengan badan usaha milik negara/daerah dan pengelola barang.
c.    apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, gubernur/bupati/walikota dapat mempertimbangkan untuk menetapkan dan/atau menyetujui tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah;
Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan, tidak memerlukan adanya penetapan gubernur/ bupati/ walikota.
d.    proses persetujuan penyertaan modal pemerintah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (2);
Cukup jelas.
e.    pengelola barang melaksanakan penyertaan modal pemerintah dengan berpedoman pada persetujuan gubernur/bupati/walikota;
Cukup jelas.
f.    pengelola barang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dengan melibatkan instansi terkait;
Cukup jelas.
g.    pengelola barang menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah kepada DPRD untuk ditetapkan;
Cukup jelas.
h.    pengguna barang melakukan serah terima barang kepada badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum lainnya milik negara/daerah yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Pemerintah/ Peraturan Daerah ditetapkan.
Cukup jelas.
(2) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai alasan/ pertimbangan, kelengkapan data, dan hash pengkajian tim intern instansi pengguna barang;
Apabila perolehan barang milik negara berasal dari pengeluaran anggaran, maka usulan penyertaan modal pemerintah disertai hasil audit badan pemeriksa pemerintah.
b.    pengelola barang meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62;
Termasuk dalam kegiatan pengkajian adalah kegiatan koordinasi dengan badan usaha milik daerah dan pengguna barang.
c.    apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
Yang dimaksud dengan sesuai batas kewenangan dalam pasal ini adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 50 Peraturan Pemerintah ini.
d.    pengelola barang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dengan melibatkan instansi terkait;
Cukup jelas.
e.    pengelola barang menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah kepada DPRD untuk ditetapkan;
Cukup jelas.
f.    pengguna barang melakukan serah terima barang kepada badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum lainnya milik negara/daerah yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Pemerntah/ Peraturan Daerah ditetapkan.
Cukup jelas.

Pasal 66
(1)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah atas barang milik negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah atas barang milik daerah diatur dalam Peraturan Daerah dengan berpedoman pada kebijakan umum pengelolaan barang milik negara/daerah.
Cukup jelas.

BAB XI
PENATAUSAHAAN

Bagian Pertama
Pembukuan

Pasal 67
(1)    Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik negara/daerah ke dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP)/Daftar Barang Pengguna (DBP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
Dalam Daftar Barang Milik Negara/Daerah termasuk barang milik negara/ daerah yang dimanfaatkan oleh pihak lain.
(2)    Pengelola barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam Daftar Barang Milik Negara/Daerah (DBMN/D) menurut penggolongan barang dan kodefikasi barang.
Cukup jelas.

(3)    Penggolongan dan kodefikasi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Cukup jelas.
(4)    Penggolongan dan kodefikasi barang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan.
Cukup jelas.

Pasal 68
(1)    Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus menyimpan dokumen kepemilikan barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya.
(2)    Pengelola barang harus menyimpan dokumen kepernilikan tanah dan/atau bangunan yang berada dalam pengelolaannya.
Cukup jelas.

Bagian Kedua
Inventarisasi

Pasal 69
(1)    Pengguna barang melakukan inventarisasi barang milik negara/daerah sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun.
Yang dimaksud dengan inventarisasi dalam waktu sekurang¬-kurangnya sekali dalam lima tahun adalah sensus barang.
(2)    Dikecualikan dari ketetituan ayat (1), terhadap barang milik negara/daerah yang berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, pengguna barang melakukan inventarisasi setiap tahun.
Yang dimaksud dengan inventarisasi terhadap persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan antara lain adalah opname fisik.
(3)    Pengguna barang menyampaikan laporan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada pengelola barang selambat-lambatnya tiga bulan setelah selesainya inventarisasi.
Cukup jelas.

Pasal 70
Pengelola barang melakukan inventarisasi barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun.
Cukup jelas.

Bagian Ketiga
Pelaporan

Pasal 71
(1)    Kuasa pengguna barang harus menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) untuk disampaikan kepada pengguna barang.
(2)    Pengguna barang harus menyusun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) untuk disampaikan kepada pengelola barang.
(3)    Pengelola barang harus menyusun Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) berupa tanah dan/atau bangunan semesteran dan tahunan.
(4)    Pengelola barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5)    Pengelola barang harus menyusun Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) berdasarkan hasil penghimpun-an laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Cukup jelas.

Pasal 72
Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (5) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat/daerah.
Cukup jelas.

Pasal 73
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Cukup jelas.

BAB XII
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Bagian Pertama
Pembinaan

Pasal 74
(1)    Menteri Keuangan menetapkan kebijakan umum pengelolaan barang milik negara/daerah.
Yang dimaksud dengan kebijakan umum dalam hal ini adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan secara tertulis baik dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan maupun yang berbentuk surat Menteri Keuangan yang memuat prinsip-prinsip pengelolaan barang milik negara/daerah.
(2)    Menteri Keuangan menetapkan kebijakan teknis dan melakukan pembinaan pengelolaan barang milik negara.
Cukup jelas.
(3)    Menteri Dalam Negeri menetapkan kebijakan teknis dan melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan kebijakan sebagaimana ayat (1).
Cukup jelas.


Bagian Kedua
Pengawasan dan Pengendalian

Pasal 75
(1)    Pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang milik negara/ daerah yang berada di bawah penguasaannya.
(2)    Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) untuk kantor/satuan kerja dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang.
(3)    Kuasa pengguna barang dan pengguna barang dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4)    Kuasa pengguna barang dan pengguna barang menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai ketentuan perundang-undangan.
Cukup jelas.

Pasal 76
(1)    Pengelola barang berwenang untuk melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah sesuai ketentuan yang berlaku.
Yang dimaksud investigasi" adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta; melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan¬pertanyaan (peristiwa-peristiwa) yang berkaitan dengan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah.
(2)    Sebagai tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola barang dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah.
Cukup jelas.
(3)    Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pengelola barang untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan.
Cukup jelas.

Pasal 77
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian atas barang milik negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Cukup jelas.

BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 78
(1)    Pejabat/pegawai yang melaksanakan pengelolaan barang milik negara/daerah yang menghasilkan penerimaan negara/daerah dapat diberikan insentif.

(2)    Pejabat/pegawai selaku pengurus barang dalam melaksanakan tugas rutinnya diberikan tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara/daerah.
(3)    Pemberian insentif dan/atau tunjangan kepada pejabat/pegawai yang melaksanakan pengelolaan barang milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(4)    Pemberian insentif dan/atau tunjangan kepada pejabat/ pegawai yang melaksanakan pengelolaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Daerah dengan berpedoman pada kebijakan umum pengelolaan barang milik negara/daerah.
Cukup jelas.


Pasal 79
(1)    Barang milik negara/daerah yang digunakan oleh badan layanan umum/badan layanan umum daerah merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan untuk menyelenggarakan kegiatan badan layanan umum/badan layanan umum daerah yang bersangkutan.
(2)    Pengelolaan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, kecuali terhadap barang-barang tertentu yang diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah tentang Badan Layanan Umum.
Cukup jelas.


Pasal 80
(1)    Pengelola barang dapat membentuk badan layanan umum dan/atau menggunakan jasa pihak lain dalam pelaksanaan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan.
Pembentukan badan layanan umum dan/atau penggunaan jasa pihak lain dimaksudkan agar pelaksanaan pemanfaatan dan pemindahtanganan dapat dilaksanakan secara lebih profesional.
(2)    Pengelolaan barang milik negara yang berasal dari badan khusus yang dibentuk dalam rangka penyehatan perbankan, diatur tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Cukup jelas.


Pasal 81
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan barang milik daerah diatur dalam Peraturan Daerah
Cukup jelas.




BAB XIV
GANTI RUGI DAN SANKSI

Pasal 82
(1)    Setiap kerugian negara/daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan/ pelanggaran hukum atas pengelolaan barang milik negara/daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang¬-undangan.
(2)    Setiap    pihak    yang    mengakibatkan kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.


BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 83
(1)    Barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib dilakukan inventarisasi dan diselesaikan dokumen kepemilikannya.
(2)    Inventarisasi dan penyelesaian dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh pengelola barang berkoordinasi dengan kementerian negara/lembaga yang bertanggung jawab di bidang pertanahan nasional dan instansi teknis terkait.
(3)    Semua biaya yang timbul sebagai akibat pelaksanaan ketentuan pada ayat (2) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.
Cukup jelas.


BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 84
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan yang mengatur mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku.
Cukup jelas.


Pasal 85
Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

Pasal 86
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Cukup jelas.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Maret 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                             ttd.
Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Maret 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
               ttd.
HAMID AWALUDIN


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 20




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4609