Laman

Rabu, 16 November 2011

TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI

oleh Salvador Pinto


A. UMUM

Ketentuan mengenai penyelesaian maupun pengenaan ganti kerugian negara/daerah diatur dalam Bab IX Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Bab XI Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta dalam Bab V Undang¬Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

1. Penyelesaian Kerugian Daerah
Penyelesaian kerugian daerah adalah sebagai berikut :
a.  Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar 
    hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai 
    ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b.  Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang 
    karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban 
   yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan negara, wajib 
   menggantikan kerugian tersebut.
c.    Setiap pimpinan kementrian negara/lembaga/kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi    setelah    mengetahui bahwa    dalam    kementrian negara/lembaga/SKPD yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
d.    Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau oleh kepala SKPD kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.
e.    Segera setelah kerugian daerah diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata¬nyata melanggar hukum dapat segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud.



f.    Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak (SKTJM) tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian    daerah,    maka gubernur/ bupati/walikota    yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
g.    Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK. Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsur pidana, maka BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
h.    Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ bupati/walikota. Tatacara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
i.    Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.

2. Pengenaan Ganti Kerugian Negara/Daerah
Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara adalah sebagai berikut :
a.    BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan daerah,
b.    Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan tersebut di atas.
c.    Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan ditolak, BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian daerah kepada bendahara yang bersangkutan,
d.    Gubernur/bupati/walikota melaporkan penyelesaian kerugian daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahuinya kerugian daerah dimaksud.



Tatacara tuntutan ganti kerugian negara/daerah maupun pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain diatur dengan peraturan pemerintah yang merupakan petunjuk pelaksanaan ketiga paket undang-undang di atas. Ketentuan tersebut diharapkan dapat digunakan oleh pihak¬pihak yang terkait dalam menangani dan menyelesaikan kerugian negara/daerah yang semakin hari semakin bertambah besar, sehingga dapat diantisipasi terjadinya kerugian daerah, dicegah penyelesaian kerugian daerah yang berlarut-larut, serta dipercepat proses pemulihan kerugian daerah maupun diperkecil terjadinya kerugian daerah.

BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada kementerian/lembaga/pemerintah daerah.

Perlu dikemukakan di sini, sambil menunggu terbitnya peraturan pemerintah sebagai petunjuk pelaksanaan ketiga ketentuan di atas, dalam modul ini (subbab C sampai dengan sub bab M) masih digunakan ketentuan lama yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Ganti Rugi dan Tuntutan Perbendaharaan Keuangan dan Barang Daerah.

B. DASAR-DASAR PENGERTIAN YANG DIGUNAKAN
1.    Pengertian Merugikan
Merugikan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang harus dilaksanakan dalam pergaulan masyarakat dan bernegara, terhadap pribadi atau badan dan harta benda orang lain.

2.    Pengertian Kerugian Daerah
Pengertian kerugian negara/daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah “berkurangnya kekayaan negara/daerah yang disebabkan oleh suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang dan atau disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force majeure)”.

3. Sifat dan Bentuk Kerugian Daerah
a. Ditinjau dari pelakunya
1) Bendahara, yang melakukan perbuatan :
a)    Tidak melakukan pencatatan dan penyetoran atas penerimaan uang/barang,
b)    Tidak melakukan pencatatan atas penerimaan/ pengeluaran uang/barang,
c)    Membayar/memberi/mengeluarkan uang/barang kepada pihak yang tidak berhak dan/atau secara tidak sah,
d)    Tidak    membuat pertanggungjawaban keuangan/ pengurusan barang,
e)    Menerima dan menyimpan uang palsu,
f)    Korupsi, penyelewengan, penggelapan,
g)    Kecurian, penodongan, perampokan dan/atau kolusi,
h)    Pertanggungjawaban atau laporan yang tidak sesuai dengan kenyataan,
i)    Penyalahgunaan wewenang/jabatan,
j)    Tidak melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya (wajib pungut pajak),
2) Pegawai negeri bukan bendahara yang melakukan perbuatan :
a)    Korupsi, penyelewengan, penggelapan.
b)    Penyalahgunaan wewenang dan jabatan.
c)    Pencurian dan penipuan.
d)    Merusak, menghilangkan barang inventaris milik daerah.
e)    Menaikkan harga, merubah kualitas/mutu.
f)    Meninggalkan tugas dan atau pekerjaan setelah selesai melaksanakan tugas belajar.
g)    Meninggalkan tugas belajar sebelum selesai batas waktu yang telah ditentukan.

3) Pihak ketiga, karena melakukan perbuatan :
a)    Tidak menepati janji/kontrak (wanprestasi).
b)    Pengiriman barang yang mengalami kerusakan karena kesalahannya.
c)    Penipuan, penggelapan dan perbuatan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kerugian bagi daerah.

b. Ditinjau dari sebabnya
1) Perbuatan manusia yang disebabkan karena :
a)    Kesengajaan.
b)    Kelalaian, kealpaan, kesalahan.
c)    Di luar kemampuan si pelaku.
2) Karena kejadian alam :
a)    Bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir dan kebakaran.
b)    Proses alamiah seperti membusuk, mencair, menyusut, menguap, menguraikan dan dimakan rayap.

c. Ditinjau dari waktu terjadinya kerugian daerah
Tinjauan dari waktu di sini dimaksudkan untuk memastikan apakah suatu peristiwa kerugian negara/daerah masih dapat dilakukan penuntutannya atau tidak, baik terhadap bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pihak ketiga.
Dalam hal tuntutan ganti rugi, perlu diperhatikan ketentuan daluwarsa sebagai berikut :
1)    5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut, atau
2)    8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
3)    Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti rugi daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli warisnya. Tanggung jawab pengampu/ahli warisnya untuk membayar ganti rugi daerah menjadi hapus, apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan, atau yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberitahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian daerah.
Setelah lewat batas-batas waktu daluwarsa tersebut di atas, tidak dapat lagi dilakukan tuntutan ganti rugi. Oleh karena itu mengingat batas waktu daluwarsa yang relatif singkat, maka setiap ada kerugian negara/daerah wajib segera dilakukan pemrosesan tuntutan ganti rugi.

C. TATA CARA PENYELESAIAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH
1.    Melalui Upaya Damai
Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui upaya damai dilakukan apabila penggantian kerugian keuangan daerah dilakukan secara tunai sekaligus dan angsuran dalam jangka waktu selambat¬lambatnya 2 (dua) tahun dengan menandatangani Surat Keterangan Tanggung jawab Mutlak (SKTJM)
2.    Melalui Tuntutan Perbendaharaan
Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses Tuntutan Perbendaharaan dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan secara tunai sekaligus atau angsuran tidak berhasil.
Proses penuntutannya merupakan kewenangan kepala daerah melalui Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah (Majelis Pertimbangan).
Apabila pembebanan perbendaharaan telah diterbitkan, kepala daerah melakukan eksekusi keputusan dimaksud dan membantu proses pelaksanaan penyelesaiannya.
3.    Melalui Tuntutan Ganti Rugi
Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses Tuntutan Ganti Rugi dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan secara tunai sekaligus atau angsuran tidak berhasil. Proses penuntutannya menjadi wewenang kepala daerah melalui Majelis Pertimbangan.
Tuntutan Ganti Rugi baru dapat dilakukan apabila:
a.    Adanya perbuatan melanggar hukum, kesalahan atau kelalaian pegawai negeri termasuk melalaikan kewajibannya yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi atau status dalam jabatannya,
b.    Pegawai negeri yang bersangkutan dalam melakukan perbuatan melanggar hukum/kesalahan itu tidak berkedudukan sebagai bendahara,
c.    Pemerintah daerah baik secara langsung maupun tidak langsung telah dirugikan oleh perbuatan melanggar hukum/kelalaian itu.
Apabila pembebanan ganti rugi telah diterbitkan, Kepala Daerah melakukan eksekusi keputusan dimaksud dan membantu proses pelaksanaan penyelesaiannya.


4. Melalui Cara Lain
Apabila pelaku kerugian daerah ternyata ingkar janji (wanprestasi), maka daerah dapat melakukan dengan cara tagihan secara paksa melalui Badan/Instansi penagih yang berwenang setelah diputuskan kepala daerah bahwa tagihan akan/telah macet.

D. TUNTUTAN PERBENDAHARAAN (TP)

Tuntutan perbendaharaan adalah suatu tata cara perhitungan terhadap bendahara, jika dalam pengurusannya terdapat kekurangan perbendaharaan dan kepada bendahara yang bersangkutan diharuskan mengganti kerugian.

Tuntutan ini berlaku untuk bendahara yang dalam hal ini adalah seseorang yang ditugaskan untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang daerah, surat-surat berharga dan barang milik daerah, serta bertanggung-jawab kepada kepala daerah. Yang merupakan objek dari penuntutan ini adalah adanya kekurangan perbendaharaan yang pada dasarnya merupakan selisih kurang antara saldo buku kas dengan saldo fisik kas.

1. Penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan
Dalam hal ini dapat diselesaikan melalui 4 (empat) cara, yaitu: upaya damai, tuntutan perbendaharaan biasa, tuntutan perbendaharaan khusus, dan pencatatan.
a. Upaya Damai
1)    Penyelesaian tuntutan perbendaharaan sedapat mungkin dilakukan dengan upaya damai oleh bendahara/ahli waris/pengampu, baik melalui pembayaran sekaligus (tunai) atau angsuran. Pelaksanaan upaya damai ini dilakukan oleh Badan Pengawas Daerah (Bawasda). Dalam hal penyelesaian kerugian daerah dilaksanakan melalui cara mengangsur, maka terlebih dahulu harus dibuat Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM).
2)    Apabila pembayaran dilakukan secara angsuran, maka dapat dilakukan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak ditanda tanganinya SKTJM dan harus disertai jaminan barang yang nilainya cukup.


3)    Pembayaran angsuran yang dilakukan melalui pemotongan gaji/penghasilan harus dilengkapi dengan surat kuasa pemotongan, jaminan barang beserta surat kuasa pemilikan yang sah, dan surat kuasa untuk menjual.
4)    Apabila bendahara tidak dapat melaksanakan pembayaran angsuran dalam waktu yang ditetapkan dalam SKTJM, maka barang jaminan pembayaran angsuran dapat dijual sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5)    Apabila terdapat kekurangan dari hasil penjualan barang jaminan seperti yang dimaksud di atas, maka kekurangan tersebut tetap menjadi kewajiban bendahara yang bersangkutan. Sebaliknya apabila terdapat kelebihan dari hasil penjualan barang jaminan, maka akan dikembalikan kepada bendahara yang bersangkutan.
6)    Pelaksanaan keputusan tuntutan perbendaharaan (eksekusi) dilakukan oleh majelis pertimbangan.

b. Tuntutan Perbendaharaan Biasa
1)    Dilakukan atas dasar perhitungan yang diberikan oleh Bendahara yang bersangkutan kepada kepala daerah.

2)    Bendahara    bertanggung    jawab    atas    kekurangan
perbendaharaan yang terjadi dalam pengurusannya, kecuali apabila ia dapat memberikan pembuktian bahwa ia bebas dari kesalahan atau kelalaian atas kekurangan perbendaharaan tersebut.

3)    Apabila dalam pemeriksaan oleh bawasda terhadap bendahara terbukti bahwa kekurangan perbendaharaan tersebut dilakukan oleh beberapa pegawai atau atasan langsung, maka kepada yang bersangkutan dikenakan tanggung jawab renteng sesuai dengan bobot keterlibatan dan tanggung jawabnya, urutan inisiatif dan kelalaian atau kesalahannya.




4)    Proses tuntutan perbendaharaan dimulai dengan suatu pemberitahuan tertulis dari kepala daerah kepada pihak yang akan dituntut, dengan menyebutkan :
a)    Identitas pelaku.
b)    Jumlah kekurangan perbendaharaan yang diderita oleh daerah yang harus diganti.
c)    Sebab-sebab serta alasan penuntutan dilakukan.
d)    Tenggang waktu 14 (empat belas) hari yang diberikan untuk mengajukan keberatan/ pembelaan diri.

5)    Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan/pembelaan diri sampai dengan batas waktu yang ditetapkan atau telah mengajukan pembelaan diri tetapi tidak dapat membuktikan bahwa ia bebas sama sekali dari kesalahan/kelalaian, maka kepala daerah menetapkan Surat Keputusan Pembebanan.

6)    Berdasarkan Surat Keputusan Pembebanan Kepala Daerah, bagi bendahara yang telah mengajukan keberatan tertulis akan tetapi kepala daerah tetap berpendapat bahwa yang bersangkutan salah/lalai dan dengan demikian tetap membebankan penggantian kekurangan perbendaharaan kepadanya, dapat mengajukan permohonan banding kepada pejabat yang berwenang selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterima surat keputusan pembebanan oleh yang bersangkutan.

7)    Keputusan kepala daerah mengenai pembebanan kekurangan perbendaharaan mempunyai kekuatan hukum yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara pemotongan gaji dan penghasilan lainnya. Pelaksanaan pemotongan gaji dan penghasilan lainnya dapat dilakukan dengan cara mengangsur dan dilunasi selambat-lambatnya dalam 2 (dua) tahun.

8)    Keputusan pembebanan tetap dilaksanakan, meskipun yang bersangkutan naik banding.

9) Keputusan tingkat banding dari pejabat yang berwenang dapat berupa memperkuat atau membatalkan surat keputusan pembebanan atau merubah besarnya jumlah kerugian yang harus dibayar oleh bendahara.

c. Tuntutan Perbendaharaan Khusus
1) Apabila seorang bendahara meninggal dunia, melarikan diri atau berada di bawah pengampuan dan lalai membuat perhitungan setelah ditegur 3 (tiga) kali berturut-turut, maka pada kesempatan pertama atasan langsung atas nama kepala daerah melakukan tindakan pengamanan untuk menjamin kepentingan daerah berupa :
a)    Buku Kas dan semua buku bendahara diberi garis penutup

b)    Semua uang, surat dan barang berharga, surat-surat bukti maupun buku-buku disimpan/dimasukkan ke dalam lemari besi dan disegel. Tindakan-tindakan di atas harus dituangkan dalam Berita Acara Penyegelan dan disaksikan oleh ahli waris (bagi yang meninggal dunia), keluarga dekat (bagi yang melarikan diri) atau pengampu/kurator (dalam hal bendahara berada di bawah pengampuan).

2) Atas dasar laporan atasan langsung, kepala daerah menunjuk pegawai (atas saran majelis pertimbangan) yang ditugaskan untuk membuat perhitungan ex-officio. Biaya pembuatan perhitungan ex-officio dibebankan kepada bendahara yang bersangkutan, ahli waris atau pengampunya. Besarnya biaya pembuatan perhitungan ex-officio ditetapkan oleh kepala daerah.

3)    Hasil perhitungan ex-officio satu eksemplar diberikan kepada pengampu atau ahli waris atau bendahara yang tidak membuat perhitungan dan dalam batas waktu 14 (empat belas) hari diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan.



4)    Tata cara Tuntutan Perbendaharaan Khusus yang dipertanggungawabkan terhadap ahli waris (bagi bendahara yang meninggal dunia), keluarga terdekat (bagi bendahara yang melarikan diri), pengampu (bagi bendahara yang di bawah perwalian), atau bendahara yang tidak membuat perhitungan, apabila terjadi kekurangan perbendaharaan mengikuti ketentuan-ketentuan sebagaimana yang berlaku pada Tuntutan Perbendaharaan Biasa.

d. Pencatatan
1) Kepala daerah menerbitkan Surat Keputusan Pencatatan jika proses Tuntutan Perbendaharaan belum dapat dilaksanakan karena:
a)    bendaharawan meninggal dunia tanpa ada ahli waris yang diketahui
b)    ada    ahli    waris    tetapi    tidak    dapat    dimintakan
pertanggungjawabannya
c)    bendaharawan melarikan diri dan tidak diketahui alamatnya

2) Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pencatatan, kasus yang bersangkutan dikeluarkan dari administrasi pembukuan.

3) Pencatatan yang telah dilakukan sewaktu-waktu dapat ditagih apabila :
a) yang bersangkutan diketahui alamatnya
b)    ahli waris dapat dimintakan pertanggungjawabannya
c)    upaya penyetoran ke kas daerah berhasil ditarik dari kas Negara

E. TUNTUTAN GANTI RUGI (TGR)
Tuntutan Ganti Rugi adalah suatu proses tuntutan terhadap pegawai dalam kedudukannya bukan sebagai bendahara, dengan tujuan menuntut penggantian kerugian disebabkan oleh perbuatannya melanggar hukum dan/atau melalaikan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung daerah menderita kerugian.
Yang termasuk dalam klasifikasi pegawai disini adalah :
1.    Pegawai daerah
2.    Pegawai negeri/pegawai daerah yang diperbantukan/ dipekerjakan
3.    Pegawai perusahaan daerah
4.    Pekerja daerah
5.    ABRI/purnawirawan ABRI yang dikaryakan/dipekerjakan pada daerah

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan TGR ini adalah sebagai berikut :
1. Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi
Dalam hal ini dapat diselesaikan melalui 3 (tiga) cara, yaitu Upaya Damai, Tuntutan Ganti Rugi Biasa, dan Pencatatan.
a. Upaya Damai
1)    Penyelesaian kerugian daerah sedapat mungkin dilakukan dengan upaya damai oleh pegawai/ahli waris baik dengan pembayaran sekaligus (tunai) atau angsuran. Pelaksanaan upaya damai ini dilakukan oleh Badan Pengawas Daerah.
2)    Dalam keadaan terpaksa yang bersangkutan dapat melakukan dengan cara angsuran selambat-lambatnya selama 2 (dua) tahun sejak ditandatanganinya Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dan harus disertai jaminan barang yang nilainya cukup.
3)    Pembayaran angsuran yang dilakukan melalui pemotongan gaji/penghasilan harus dilengkapi dengan surat kuasa pemotongan, jaminan barang beserta surat kuasa pemilikan yang sah, dan surat kuasa untuk menjual
4)    Apabila pegawai tidak dapat melaksanakan pembayaran angsuran dalam waktu yang ditetapkan dalam SKTJM, maka barang jaminan pembayaran angsuran dapat dijual sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5)    Apabila terdapat kekurangan dari hasil penjualan barang jaminan seperti yang dimaksud di atas, maka kekurangan tersebut tetap menjadi kewajiban pegawai yang bersangkutan. Sebaliknya apabila terdapat kelebihan dari hasil penjualan barang jaminan, maka akan dikembalikan kepada pegawai yang bersangkutan.
6)    Pelaksanaan keputusan Tuntutan Ganti Rugi (eksekusi) dilakukan oleh majelis pertimbangan.

b. Tuntutan Ganti Rugi Biasa
1)     Kerugian daerah yang dituntut dengan TGR adalah diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum atau perbuatan melalaikan kewajiban atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya yang dipersalahkan kepadanya, serta ada hubungannya dengan pelaksanaan fungsi ataupun dengan status jabatannya baik langsung maupun tidak langsung.

2) TGR dilakukan atas dasar pada kenyataan yang sebenarnya dari hasil pengumpulan bahan-bahan bukti dan penelitian inspektorat terhadap pegawai yang bersangkutan.

3)     Semua pegawai daerah bukan bendahara atau ahli warisnya, apabila merugikan daerah wajib dikenakan TGR.

4)     Pelaksanaan TGR sebagai akibat perbuatan melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dipersalahkan kepadanya dan/atau tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya diserahkan penyelesaiannya melalui Tim Majelis Pertimbangan.

5)     Proses Tuntutan Ganti Rugi dimulai dengan suatu pemberitahuan tertulis dari kepala daerah kepada pegawai negeri yang bersangkutan, dengan menyebutkan :
a.    Identitas pelaku
b.    Jumlah kerugian yang diderita daerah yang harus diganti
c.    Sebab-sebab serta alasan penuntutan dilakukan
d.    Tenggang waktu yang diberikan untuk mengajukan pembelaan diri selama 14 (empat belas) hari, terhitung sejak diterimanya pemberitahuan oleh pegawai yang bersangkutan.

6)    Apabila pegawai yang diharuskan mengganti kerugian dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak mengajukan keberatan/pembelaan diri atau atau telah mengajukan pembelaan diri tetapi tidak dapat membebaskannya sama sekali dari kesalahan/kelalaian, kepala daerah menetapkan Surat Keputusan Pembebanan.

7)    Berdasarkan surat keputusan pembebanan, kepala daerah melaksanakan penagihan atas pembayaran ganti rugi kepada yang bersangkutan.

8)    Keputusan Pembebanan Ganti Rugi tersebut pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara memotong gaji dan penghasilan lainnya yang bersangkutan, memberi izin untuk mengangsur dan melunasinya selambat-lambatnya selama 2 (dua) tahun, dan apabila dianggap perlu dapat meminta bantuan kepada yang berwajib untuk dilakukan penagihan dengan paksa.

9)    Permohonan banding kepada pejabat yang berwenang dapat diajukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterima surat keputusan pembebanan oleh yang bersangkutan.

10)    Keputusan tingkat banding dari pejabat yang berwenang dapat berupa memperkuat atau membatalkan surat keputusan pembebanan, atau menambah/mengurangi besarnya jumlah kerugian yang harus dibayar oleh yang bersangkutan.

11)    Apabila permohonan banding diterima, kepala daerah menerbitkan surat keputusan tentang peninjauan kembali.

c. Pencatatan
1)    Pegawai negeri yang meninggal dunia tanpa ahli waris atau melarikan diri tidak diketahui alamatnya, dalam pencatatan wajib dikenakan TGR berdasarkan keputusan kepala daerah tentang pencatatan TGR setelah mendapat pertimbangan majelis.

2)    Bagi pegawai yang melarikan diri, TGR tetap dilakukan terhadap ahli warisnya dengan memperhatikan harta peninggalan    yang    dihasilkan    dari    perbuatan    yang menyebabkan kerugian daerah tersebut.

3)    Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pencatatan, kasus yang bersangkutan dikeluarkan dari administrasi pembukuan.

4)    Pencatatan yang telah dilakukan sewaktu-waktu dapat ditagih apabila yang bersangkutan diketahui alamatnya

d. Penyelesaian Kerugian Barang Daerah
1)    Pegawai yang bertanggung jawab atas terjadinya kehilangan barang daerah (bergerak/tidak bergerak) dapat melakukan penggantian dalam bentuk uang atau barang yang sesuai dengan cara penggantian kerugian yang telah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku.
2)    Penggantian kerugian dalam bentuk barang dilakukan khusus terhadap barang bergerak berupa kendaraan bermotor roda 4 (empat) dan roda 2 (dua) yang umur pembeliannya 1 sampai 3 tahun.
3)    Penggantian kerugian dalam bentuk uang dapat dilakukan terhadap barang tidak bergerak atau yang bergerak selain yang dimaksudkan di atas dengan cara tunai atau angsuran selama 2 (dua) tahun.
4)    Nilai taksiran jumlah harga benda yang akan diganti rugi dalam bentuk uang maupun barang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

F. DALUWARSA TP/TGR
1. Tuntutan Perbendaharaan (TP)
a.    TP Biasa dinyatakan daluwarsa (lewat waktu) apabila baru diketahui setelah lewat 30 (tiga puluh) tahun sejak kekurangan kas/barang tersebut diketahui, dalam kasus dimaksud tidak dilakukan upaya-upaya damai.
b.    TP Khusus terhadap ahli waris atau yang berhak lainnya dinyatakan daluwarsa (lewat waktu) apabila jangka waktu 3 (tiga) tahun telah berakhir setelah :
1)    Meninggalnya bendahara tanpa adanya pemberitahuan.
2)    Jangka waktu untuk mengajukan keberatan berakhir, sedangkan surat keputusan pembebanan tidak pernah ditetapkan.

2. Tuntutan Ganti Rugi Biasa
TGR dinyatakan daluwarsa setelah lewat 5 (lima) tahun sejak akhir tahun kerugian daerah diketahui atau setelah 8 (delapan) tahun sejak akhir tahun dimana kerugian tersebut terjadi/perbuatan tersebut dilakukan .
Contoh :
a. Apabila perbuatan/kelalaian dilakukan dalam tahun 1990 dan diketahui dalam tahun 1991, maka kerugian keuangan daerah tersebut mengalami daluwarsa 5 tahun sesudah tahun 1991 atau akhir tahun anggaran 1996/1997. Tetapi apabila baru diketahui dalam tahun 1994 maka kerugian daerah tersebut mengalami daluwarsa 8 tahun sesudah tahun 1990 atau akhir tahun anggaran 1998/1999 dan bukan 5 tahun sesudah tahun anggaran 1994/1995 atau akhir tahun anggaran 1999/2000. Selanjutnya apabila kerugian daerah akibat dari perbuatan/kelalaian berturut-turut, waktu 8 tahun tersebut dimulai pada akhir tahun perbuatan/kelalaian yang terakhir dilakukan. Dalam menentukan besarnya kerugian daerah dihitung kerugian daerah yang terjadi 8 (delapan) tahun sebelum tahun penggantian kerugian daerah dibebankan.

b. Apabila perbuatan/kelalaian dilakukan berturut-turut sejak tahun 1985 sampai dengan tahun 1995, maka kerugian daerah tersebut akan daluwarsa 8 tahun sesudah 1995 atau tahun 2003. Apabila pembebanan ganti rugi dilakukan dalam tahun 1998 maka jumlah ganti rugi hanya terbatas sampai jumlah kerugian yang timbul sejak tahun 1990 saja, sedangkan kerugian tahun 1985 sampai dengan 1989 tidak diperhitungkan.

G. PENGHAPUSAN

Apabila bendahara/pegawai ataupun ahli waris/keluarga terdekat/ pengampu yang berdasarkan keputusan kepala daerah diwajibkan mengganti kerugian tidak mampu membayar ganti rugi, maka yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada kepala daerah untuk penghapusan atas kewajibannya. Berdasarkan permohonan tersebut kepala daerah memerintahkan Majelis Pertimbangan untuk melakukan penelitian. Apabila ternyata yang bersangkutan memang tidak mampu, maka setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD selanjutnya kepala daerah dengan surat keputusan dapat menghapuskan TP/TGR baik sebagian ataupun seluruhnya.

Penghapusan yang telah dilakukan dapat ditagih kembali apabila dikemudian hari terbukti bahwa bendahara/pegawai/ahli waris yang bersangkutan ternyata mampu.

Surat keputusan penghapusan baru dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari menteri dalam negeri.
Berdasarkan pertimbangan efisiensi, maka kerugian daerah yang bernilai sampai dengan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dapat diproses penghapusannya bersamaan dengan penetapan peraturan daerah tentang Perhitungan APBD tahun anggaran yang berkenaan.

H.    PEMBEBASAN
Dalam hal bendahara atau pegawai bukan bendahara meninggal dunia tanpa ahli waris atau tidak layak untuk ditagih, yang berdasarkan surat keputusan kepala daerah diwajibkan mengganti kerugian daerah, maka majelis pertimbangan memohon secara tertulis kepada kepala daerah yang bersangkutan untuk membebaskan sebagian/seluruh kewajiban yang harus dipenuhi, dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari DPRD dan menteri dalam negeri.
I.    PENYETORAN

Penyetoran/pengembalian secara tunai/sekaligus atau melalui angsuran atas kekurangan perbendaharaan/kerugian daerah atau hasil penjualan barang jaminan/kebendaan harus melalui kas daerah atau dinas/lembaga/satuan kerja daerah yang ditunjuk oleh pemerintah daerah.

Dalam kasus kerugian daerah dimana penyelesaiannya diserahkan melalui pengadilan, kepala daerah berupaya agar putusan pengadilan menyatakan bahwa barang yang dirampas diserahkan kepada daerah dan selanjutnya hasil penjualannya disetorkan ke kas daerah.

Khusus penyetoran kerugian daerah yang berasal dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), setelah diterima kas daerah segera dipindahbukukan ke rekening BUMD yang bersangkutan.

J.    PELAPORAN
Bupati/walikota    wajib    melaporkan    perkembangan    pelaksanaan
penyelesaian kerugian daerah kepada gubernur setiap semester. Selanjutnya gubernur wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan penyelesaian kerugian daerah untuk tingkat provinsi/kabupaten/kota yang berada di wilayahnya setiap semester kepada Menteri Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah untuk dijadikan bahan pemantauan.

K.    LAIN-LAIN
Apabila bendahara atau pegawai bukan bendahara berdasarkan laporan dan pemeriksaan terbukti telah merugikan daerah, maka kepala daerah dapat melakukan hukuman disiplin berupa pembebasan yang bersangkutan dari jabatannya dan segera menunjuk pejabat sementara untuk melakukan kegiatannya.

Kerugian daerah yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah dapat diserahkan penyelesaiannya melalui badan peradilan dengan mengajukan gugatan perdata. Apabila proses melalui badan peradilan ini tidak terselesaikan, maka permasalahan ini dikembalikan kepada daerah dan penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cara pencatatan atau penghentian/penghapusan.
Keputusan pengadilan untuk menghukum atau membebaskan yang bersangkutan dari tindak pidana, tidak menggugurkan hak daerah untuk tetap melaksanakan TP/TGR.

L.    MAJELIS PERTIMBANGAN TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI KEUANGAN DAN BARANG DAERAH

Untuk menyelesaikan    permasalahan yang    berkaitan    dengan penyimpangan pengelolaan keuangan daerah maka dibentuklah Majelis Pertimbangan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah. Majelis Pertimbangan ini pada dasarnya adalah para pejabat yang ex-officio ditunjuk dan ditetapkan oleh kepala daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam penyelesaian kerugian daerah.
Adapun susunan Majelis Pertimbangan adalah sebagai berikut

Tingkat Kabupaten/Kota
Ketua    :    Sekretaris Daerah
Wakil Ketua I    :    Kepala Inspektorat Kabupaten/Kota
Wakil Ketua II     :     Asisten Sekwilda Bidang Keuangan, Barang dan Kepegawaian
Sekretaris    :     Kepala Dinas PPKAD
Anggota    : a.     Kepala Bagian Hukum
b.    Kepala BKD
c.    Pejabat terkait

Kepengurusan Majelis TP/TGR berjumlah Gasal.

Tugas pokok dari Majelis Pertimbangan yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
1.    Mengumpulkan, menatausahakan, menganalisis dan mengevaluasi kasus TP/TGR yang diterima.
2.    Memproses dan melaksanakan eksekusi TP/TGR.
3.    Memberikan pendapat, saran dan pertimbangan kepada kepala daerah pada setiap kasus yang menyangkut TP/TGR termasuk pembebanan, banding, pencatatan, pembebasan, penghapusan, hukuman disiplin, penyerahan melalui Badan Peradilan. Penyelesaian kerugian daerah apabila terjadi hambatan dan penagihan melalui instansi terkait.
4.    Menyiapkan laporan kepala daerah mengenai perkembangan penyelesaian kasus kerugian daerah secara periodik kepada Menteri Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal PUOD, tembusan kepada BPK, Sekretariat Jenderal dan Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri.

M. TEKNIS DAN PROSEDUR PENYELESAIAN TP/TGR MELALUI MAJELIS PERTIMBANGAN TP/TGR KEUANGAN DAN BARANG DAERAH (MISALNYA UNTUK TINGKAT PROVINSI)
1.    Laporan kasus kerugian daerah dilaporkan oleh kepala unit/satuan kerja yang bersangkutan kepada majelis melalui kepala sekretariat.
2.    Anggota Sekretariat Majelis melakukan :
a.    Penelitian kelengkapan berkas laporan dan pencatatan serta penomoran berkas laporan oleh staf administrasi.
b.    Pembahasan laporan oleh tim pembahas yang dipimpin oleh ketua tim pembahas yang ditunjuk oleh kepala sekretariat.
3.     Kepala sekretariat menyampaikan laporan kepada sekretaris majelis.
4.    Sekretaris majelis meneliti/menganalisis berkas laporan hasil pembahasan sekretariat majelis dan selanjutnya menyampaikan berkas laporan kepada majelis.
5. Majelis melaksanakan pemeriksaan berkas perkara dan pengambilan keputusan dalam proses Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi yang dipimpin oleh Ketua Majelis :
a.    Keputusan majelis ditandatangani oleh ketua, wakil ketua ,    sekretaris dan seluruh anggota majelis.
b.    Keputusan majelis disertai konsep surat keputusan gubernur kepala daerah disampaikan oleh majelis kepada gubernur kepala daerah.
6.     Gubernur/kepala daerah menganalisis keputusan majelis dan menandatangani surat keputusan untuk selanjutnya diserahkan kepada majelis.
7.     Majelis menyampaikan surat keputusan gubernur/kepala daerah kepada bendahara/pegawai yang bersangkutan melalui kepala sekretariat.
8.    Kepala sekretariat menyampaikan (setelah terlebih dahulu dicatat dalam (buku register) surat keputusan gubernur/kepala daerah kepada bendahara/pegawai yang bersangkutan melalui kepala unit/satuan kerja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar