Mencapai kehidupan bermakna itu tidak perlu menunggu
perubahan nasib atau realitas. Kenapa? Karena makna itu urusan batin
dan itu kita yang menciptakan. Makna itu tidak diciptakan oleh kehidupan atau
lingkungan. Kitalah yang diberi hak untuk menciptakan makna atas kehidupan. Apa
itu makna? Makna adalah pemahaman tertentu yang kita ciptakan terhadap diri
sendiri, orang lain, dan kehidupan. Karena kita yang menciptakan, maka sifatnya
pilihan.
Dua orang yang berbeda ditempatkan di tempat yang sama akan sangat mungkin
memiliki makna hidup yang berbeda. Yang satu bilang, betapa besarnya nikmat
Tuhan yang diberikan kepadanya dengan pekerjaan saat ini. Sudah mendapatkan
gaji, status, fasilitas untuk berkembang, teman kerja, keluarga yang sehat-sehat,
dan lain-lain. Tapi yang satu lagi mungkin tidak. Pekerjaannya saat ini, yang
dulu ia cari-cari, adalah neraka dunia. Pasangan dan anak-anak adalah beban.
Jadi, semua orang di dunia ini sebetulnya telah
menciptakan makna tertentu di dalam batinnya atas hidupnya. Bedanya, ada yang
positif dan ada yang negatif. Makna positif akan membuat batin positif. Batin yang positif akan membuat langkah kita digerakkan
oleh energi positif. Sebaliknya, makna negatif akan membuat batin negatif.
Selain itu, ada juga orang yang kurang mempertegas makna
dalam hidupnya. Teori motivasi menyebutnya dengan istilah kehampaan (feeling
empty): tidak positif dan tidak negatif pula. Kehampaan ini kerap memunculkan
dua penyimpangan. Kalau orang itu bertipe agresif dan mendapatkan dukungan
eksternal yang pas (kekuasaan, jabatan, dll), dia akan menjadi orang rakus. Kerakusan timbul akibat kehampaan di dalam diri atau oleh
rasa takut. Sedangkan kalau orang itu bertipe pasif atau tidak mendapatkan
dukungan, kehampaan bisa mengakibatkan keminderan dan apatisme terhadap
berbagai macam harapan kemajuan.
Kapankah kita hidup kita akan lebih bermakna?
Kapankah kita hidup kita akan lebih bermakna?
Pertama,
kehidupan bermakna adalah kehidupan yang dinamis, progresif, dan konstruktif.
Dasarnya adalah berpikir positif, bersikap positif dan bertindak positif. Jadi,
kehidupan kita akan lebih bermakna apabila kita sanggup berpedoman pada
sebanyak mungkin filsafat hidup yang positif atau mencerahkan. Memaknai tugas
sebagai tantangan akan lebih positif ketimbang memaknainya sebagai tekanan.
Kedua, apabila
kita memiliki tujuan-tujuan positif yang terus kita perjuangkan untuk mencapai
hierarki prestasi yang lebih tinggi dan lebih bermanfaat. Orang yang bekerja
hanya untuk uang semata dengan orang yang bekerja untuk uang, aktualisasi-diri,
kesejahteraan keluarga, ibadah, dan seterusnya, pasti akan beda. Meskipun
sama-sama kerjanya dan sama-sama mendapatkan uangnya, tapi maknanya beda. Jadi,
list-lah sebanyak mungkin tujuan positif dari satu aktivitas positif. Toh kita
tidak rugi bahkan malah untung.
Ketiga,
kehidupan kita akan lebih bermakna ketika kita sanggup mengekspresikan energi
cinta untuk orang-orang yang kita cintai atau pekerjaan yang kita cintai. Anak,
pasangan, keluarga, orangtua, kekasih, kelompok masyarakat tertentu yang kita
bina adalah sumber makna hidup bagi orang yang mampu mengekspresikan cintanya.
Begitu
juga dengan pekerjaan atau profesi tertentu yang sanggup kita cintai. Seorang
yang berjiwa guru akan merasa hidupnya lebih bermakha apabila energi cintanya
tersalurkan untuk mengajar. Orangtua akan merasa hidupnya lebih bermakna
apabila sanggup menyalurkan energi cintanya untuk anak-anak atau pasangan yang
tersayang.
Selanjutnya,
kehidupan akan lebih bermakna apabila kita sanggup mentransformasikan berbagai
kemalangan, kepahitan, dan penderitaan yang kita alami, baik yang kecil atau
yang besar, ke dalam berbagai bentuk ‘pelampiasan’ yang positif dan untuk orang
banyak. Misalnya saja, menulis, terlibat
dalam lembaga sosial, dan lain-lain. Betapa bermaknanya hidup sebuah keluarga
yang sanggup membebaskan putranya dari jeratan narkoba lalu membagikan
pengalaman ini kepada orang banyak.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar