Pada era globalisasi saat ini dan masa-masa akan datang kompetisi yang terjadi sudah bersifat global dan adanya perubahan-perubahan kondisi ekonomi menyebabkan banyak organisasi dari bermacam-macam ukuran melakukan langkah restrukturisasi. Hal ini mendorong terjadinya perubahan paradigma organisasi dari tradisional menjadi modern. Kondisi ini harus benar-benar disadari dan dipersiapkan secara proporsional. Persiapan ini terutama pada faktor-faktor sumber daya manusia yang bermutu dengan kualifikasi yang sesuai.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:770) kinerja diartikan sebagai: (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan kerja. Snell SA (1992:329) menyatakan bahwa “kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan, yakni keterampilan, upaya, bersifat eksternal”. Tingkat keterampilan merupakan bahan baku yang dibawa oleh seseorang ketempat kerjanya, seperti pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal serta kecakapan-kecakapan teknis. Tingkat upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan oleh seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan kondisi-kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi-kondisi eksternal mendukung kinerja seseorang.
Tinggi rendahnya kinerja para pegawai dapat dipengaruhi beberapa faktor antara lain: “kemampuan dan kemauan kerja, fasilitas kerja yang digunakan, disamping itu juga tepat tidaknya cara yang dipilih perusahaan/instansi dalam memberikan motivasi kepada karyawan, dengan cara yang tepat dalam memotivasi karyawan untuk bekerja, semakin terlihat peningkatan produktivitas sesuai yang diharapkan oleh perusahaan”. (Sinungan, 2000:3). Pendapat tersebut mengatakan bahwa motivasi merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja pengawai.
Kinerja tidaklah mungkin mencapai hasil yang maksimal apabila tidak ada motivasi, karena motivasi merupakan suatu kebutuhan di dalam usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Begitu juga berbagai ragam kemampuan pegawai akan sangat berpengaruh terhadap kinerja mengingat pegawai merupakan titik sentral dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya,
Sulistiyani (2003:189) mengatakan bahwa kinerja pegawai akan lebih memberikan penekanan pada dua faktor utama: (a) keinginan atau motivasi dari pegawai untuk bekerja yang kemudian akan menghasilkan usaha-usaha pegawai tersebut, (b) kemampuan dari pegawai untuk bekerja. Hal tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan yaitu P=f (m x a). Maksud dari persamaan ini adalah P= performance (kinerja), M= motivation (motivasi), dan a= ability (kemampuan).
Rendahnya motivasi dan kemampuan akan menyebabkan timbulnya kinerja yang rendah secara menyeluruh. Demikian sebaliknya, skor yang tinggi pada keduanya akan menghasilkan kinerja yang tinggi secara keseluruhan. Namun skor yang tinggi pada bidang kemampuan jika motivasinya sangat rendah akan mengakibatkan kinerjanya rendah. Sama halnya jika motivasinya tinggi namun kemampuannya sangat rendah kinerja juga akan rendah. Dalam kondisi dimana seseorang memiliki kemampuan yang sedang-sedang saja relatif agak rendah namun disertai dengan motivasi yang tinggi, sangat mungkin akan menunjukkan kinerja yang melebihi kinerja orang lain yang memiliki kemampuan tinggi tetapi dengan motivasi yang rendah.
Banyak teori yang membahas tentang faktor-faktor motivasi, seperti hirarchy of needs yang dikemukakan oleh Abraham H. Maslow, teori dua faktor Frederick Herzberg, teori ERG Clayton Alderfer, teori kebutuhan David McClelland, dan teori harapan dari Vroom, dimana semuanya menjelaskan bahwa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu. Merujuk teori Abraham H. Maslow dengan teori hirarchy of needs bahwa motivasi dipengaruhi oleh adanya dorongan kebutuhan fisiologis, dorongan kebutuhan keselamatan kerja, dorongan kebutuhan sosial, dorongan kebutuhan penghargaan, dan dorongan kebutuhan aktualisasi diri, sedangkan kemampuan (ability) secara psikologis terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowladge + skill). Seberapa besar pengaruh dorongan dan kemampuan seseorang terhadap kinerjanya.
Berdasarkan pandangan para ahli, pengertian kemampuan identik dengan pengertian kreativitas seperti dinyatakan oleh Supriadi (1996:16) bahwa “setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda”. Sedangkan Semiawan (1984:8) mengartikan “kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru antar unsur dalam atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya”. Dengan demikian secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan atau fleksibel dan orisionalitas serta kemampuan mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya dan memperinci) suatu gagasan dengan dilandasi oleh kreativitas kerja pegawai yang optimal.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah-masalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan kemampuan yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan terhadap kinerja SDM Pemerintah Daerah.2. Bagaimana peranan yang terdiri kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan kerja, kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri terhadap kinerja SDM Pemerintah Daerah.
1.3 Tujuan Membuatan Karya Tulis
Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam seminar ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana peranan kemampuan yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan terhadap kinerja SDM Pemerintah Daerah.
2. Untuk mengetahui bagaimana peranan motivasi yang terdiri kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan kerja, kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri terhadap kinerja pegawai SDM Pemerintah Daerah.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Motivasi
Pengertian motivasi telah banyak dikemukakan oleh beberapa penulis sesuai dengan tinjauan atau sudut pandang serta tujuan masing-masing. Menurut Mangkunegara (2005:P.61) “motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan”. Sedangkan Amstrong (1994:P.68) mengatakan bahwa “motivasi adalah sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu”. Dengan kata lain motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan orang.
Gibson (1995:P.185) motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Sedang menurut pendapat Hamalik (1993;P.72) “motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan”.
Sarwoto (1991:P.136) mengemukakan pengertian motivasi sebagai proses pemberian motif (penggerak) kerja kepada karyawan sedemikian rupa sehingga mereka bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi. Sedangkan Hasibuan (2005:P.95), mengartikan “motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”.
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas maka disimpulkan bahwa motivasi sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dari dalam diri pegawai yang berpengaruh, membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku berdasarkan lingkungan kerja. Jadi motivasi adalah dorongan dari diri pegawai untuk memenuhi kebutuhan yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian diimplimentasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat.
2.2. Beberapa Teori Motivasi
Beberapa teori tentang motivasi yang menerangkan faktor-faktor motivasi dalam pengaruhnya terhadap produktivitas atau kinerja diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Teori Motivasi Kebutuhan (Hierarchy of needs) dari Abraham H Maslow
Teori ini dikemukakan oleh Abraham H. Maslow yang menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan. Kebutuhan ini terdiri dari lima jenis dan terbentuk dalam suatu hirarkhi dalam pemenuhannya (hierarchy of needs). Kelima jenis kebutuhan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Sumber: Hariandja, 2002:327
Kelima jenis kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisik (physiological needs) yaitu kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan diri sebagai makhluk fisik seperti kebutuhan untuk makanan, pakaian, dan kebutuhan rawagi lainnya;
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs) yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan aktualisasi/ penyaluran diri dalam arti kemampuan/minat/potensi diri dalam bentuk nyata dalam kehidupannya merupakan kebutuhan tingkat tertinggi dari teori Maslow, seperti ikut seminar, loka karya yang sebenarnya keikutsertaannya itu bukan didorong oleh ingin dapat pekerjaan, tetapi sesuatu yang berasal dari dorongan ingin memperlihatkan bahwa ia ingin mengembangkan kapasitas prestasinya yang optimal.
Pada prinsipnya teori tingkat kebutuhan menurut Maslow, mengasumsikan bahwa seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan pokok atau tingkat rendah terlebih dahulu (fisiologis) sebelum berusaha memenuhi tingkat yang lebih tinggi, begitu seterusnya sampai mencapai tingkat kebutuhannya yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization)
b. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg
Teori yang dipelopori oleh Frederick Herzberg ini merupakan teori yang berhubungan langsung dengan kepuasan kerja. Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang. Kondisi pertama adalah faktor motivator (motivator factors) atau faktor pemuas. Menurut Herzberg faktor motivator merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinsik) yang mencakup (1) kepuasan kerja itu sendiri (the work it self), (2) prestasi yang diraih (achievement), (3) peluang untuk maju (advancement), (4) pengakuan orang lain (recognition), (5) kemungkinan pengembangan karir (possibility of growth), dan (6) tanggung jawab (responsible).
Faktor kedua adalah faktor pemelihara (maintenance factor) atau hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan. Faktor ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi kehidupan para pegawai, karena faktor maintenance ini sebagai faktor yang besar tingkat ketidakpuasannya yang bila tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Faktor ini dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik yang meliputi antara lain, (1) konpensasi, (2) kondisi kerja, (3) rasa aman dan selamat, (4) supervisi, (5) hubungan antar manusia, (6) status, dan (7) kebijaksanaan perusahaan.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, kiranya tampak dengan jelas bahwa upaya meningkatkan motivasi kerja dapat dilakukan dengan memasukkan unsur-unsur yang memotivasi ke dalam suatu pekerjaan seperti membuat pekerjaan menantang, memberi tanggung jawab yang besar pada pekerja.
c. Teori ERG dari Clayton Alderfer
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang dikenal dengan teori ERG, yaitu existence, relatedness, dan growth. Secara konseptual teori ERG mempunyai persamaan dengan teori yang dikembangkan oleh Maslow. Existence (eksistensi) identik dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberadaan seseorang dalam hidupnya. Dikaitkan dengan penggolongan dari Maslow, berkaitan dengan kebutuhan fisik (fisiologis) dan keamanan. Sedangkan relatedness (hubungan) berhubungan dengan kebutuhan untuk berintekrasi dengan orang lain. Dikaitkan dengan penggolongan kebutuhan dari Maslow, meliputi kebutuhan sosial dan pengakuan. Growth (pertumbuhan) berhubungan dengan kebutuhan pengembangan diri, yang identik dengan kebutuhan self-actualization yang dikemukakan oleh Maslow.
Teori ERG bahwa jenjang-jenjang bukan merupakan tingkat, tetapi hanya sekedar pembeda, sehingga setiap orang dapat saja bergelut dalam kebutuhan yang lebih besar dari satu kebutuhan pada saat yang sama tanpa menunggu salah satunya terpenuhi terlebih dahulu seperti Maslow.
d. Teori Kebutuhan David McClelland
Menurut McClelland (Hariandja, 2002: 329), yang mengatakan bahwa ada tiga kebutuhan manusia, yaitu:
1. Kebutuhan berprestasi (needs for achievement), yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Seorang pegawai yang mempunyai kebutuhan akan berpartisipasi tinggi cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi.
2. Kebutuhan untuk berkuasa (needs for power), yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas dan untuk memiliki pengaruh orang lain.
3. Kebutuhan afiliasi (needs for afiliation), yaitu kebutuhan untuk berhubungan sosial, yang merupakan dorongan untuk berintekrasi dengan orang lain atau berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
Ketiga jenis kebutuhan tersebut bisa dimiliki setiap orang, yang berbeda hanyalah intensitasnya. Seseorang dapat memiliki kebutuhan prestasi yang dominan dibandingkan dengan yang lain, sementara pada orang lain yang dominan mungkin kebutuhan berkuasa. Kebutuhan mana yang dominan pada seseorang dapat dipengaruhi oleh sistem nilai yang berkembang dalam masyarakatnya. Misalnya, suatu masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai prestasi dapat mempengaruhi anggota masyarakatnya untuk memiliki kebutuhan yang dominan dalam kebutuhan berprestasi. Misalnya, Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai kekeluargaan dapat mempengaruhi kebutuhan afiliasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan berprestasi.
Sejalan dengan teori dan pendapat para ahli yang dikemukakan tadi, maka dalam penulisan karya tulis ini cenderung menggunakan pendapat/teori Abraham H. Maslow dengan teori hirarchy of needs karena pendapat tersebut cukup berpengaruh di dalam mendorong kinerja seseorang pegawai.
2.3 Pengertian Kinerja
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:P.570) memberikan defenisi kinerja diartikan sebagai: (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan kerja”. Snell SA (1992:P.329) menyatakan bahwa “kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan, yakni keterampilan, upaya, bersifat eksternal”. Tingkat keterampilan merupakan bahan baku yang dibawa oleh seseorang ketempat kerjanya, seperti pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal serta kecakapan-kecakapan teknis. Tingkat upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan oleh seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan kondisi-kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi-kondisi eksternal mendukung kinerja seseorang.
Kinerja adalah suatu ukuran yang mencakup keefektifan dalam pencapaian tujuan dan efesiensi yang merupakan rasio dari keluaran efektif terhadap masukan yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu (Robbins, 1996:P.24).
Kinerja diberi batasan oleh Maier sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Parter dan Lawler menyatakan bahwa kinerja adalah “succesful role achievent” yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya (as’ad,2003:P.47).
Dari batasan-batasan tersebut jelas bahwa yang dimaksud dengan kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Menurut Vroom tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang di dalam melaksanakan tugas pekerjaannya disebut “level of performance” (As’ad,2003:P.48). Biasanya orang yang mempunyai level of performance tinggi, disebut sebagai orang produktif dan sebaliknya orang yang mempunyai level of performance rendah (tidak mencapai standar) dikatakan sebagai orang yang tidak produktif.
Handoko (1998:P.7) “dua konsepsi utama untuk mengukur kinerja (performance) seseorang adalah efisiensi dan efektifitas”. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Efisiensi ini merupakan konsep matematik atau merupakan perhitungan rasio antara pengeluaran (output) dan masukan (infut). Seorang pegawai yang efisien adalah seorang yang mencapai keluaran yang lebih tinggi (hasil, produktifitas, kinerja) dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan, uang, mesin dan waktu). Dengan kata lain, dapat memaksimumkan keluaran dengan jumlah masukan yang terbatas. Sedangkan efektifitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, seorang pegawai yang efektif adalah seorang yang dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan dengan metode (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Para pimpinan perusahaan atau kantor sangat menyadari bahwa ada perbedaan kinerja antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun para pegawai bekerja pada bagian yang sama, namun produktivitas mereka bisa tidak sama.
Keith Davis (1985:P.484) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Sedangkan Robbins (1996:P.224), bahwa kinerja karyawan itu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan (opportunity).
Penilaian kerja pegawai didasarkan atas penilaian dan kemampuan dari karyawan yang bersangkutan dengan menilai faktor-faktor kemampuan, disiplin, dan kreativitas. Kinerja merupakan cerminan dari motivasi karyawan yang dinilai. Jadi tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung dari cerminan perilaku dan kemampuan (motivasi) pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa motivasi dan kemampuan adalah unsur-unsur yang membentuk kinerja seseorang dalam menjalankan pekerjaannya atau tugasnya. Untuk kepentingan pendekatan dalam karya tulis ini, selanjutnya teori dasar yang digunakan sebagai landasan untuk mengkaji analisis kinerja pegawai dalam hubungannya dengan tupoksi adalah teori kinerja pegawai (performance) yang diformulasikan oleh Keith Davis di atas, yaitu Human Performance = Ability + Motivation. Teori tersebut akan diaplikasikan dengan menggunakan berbagai sumber rujukan yang telah dimodifikasi sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji. Dengan demikian faktor-faktor motivasi dan kemampuan berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
4. PEMBAHASAN
Salah satu teori motivasi yang banyak mendapat sambutan yang amat positif di bidang manajemen organisasi adalah teori Hirarkhi Kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham H. Maslow. Menurut Maslow setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun secara hirarkhi dari tingkat yang paling mendasar sampai pada tingkatan yang paling tinggi. Setiap kali kebutuhan pada tingkatan paling rendah telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi. Pada tingkat yang paling bawah dicantumkan berbagai kebutuhan dasar yang bersifat biologis, kemudian pada tingkatan yang lebih tinggi dicantumkan berbagai kebutuhan dasar yang bersifat sosial. Pada tingkatan yang paling tinggi dicantumkan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri.
1. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis terhadap Kinerja Pegawai
Pemenuhan kebutuhan fisiologis dalam karya tulis ini terbukti secara parsial mampu memberikan konstribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja pegawai. Hal ini berarti faktor pemenuhan kebutuhan fisiologis yang meliputi pendapatan gaji bulanan, TKPKN, dan lembur. Dengan adanya tiga jenis penghasilan mempunyai konstribusi yang signifikan dalam meningkatkan kinerja pegawai. Artinya terdapat kesesuaian antara penghasilan dengan beban kerja. Dari tahun ke tahun penghasilan pegawai selalu meningkat sebagai salah satu bentuk reward akibat bertambahnya beban kerja dan tanggungjawab sehingga secara keseluruhan memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan kinerja pegawai.
2. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja dalam karya tulis ini terbukti secara parsial mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja pegawai. Hal ini berarti faktor pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja yang meliputi ketenangan dalam bekerja, kebebasan berpendapat, kebebasan berinovasi, jaminan kesehatan, jaminan hari tua/pensiun, kelengkapan fasilitas kerja, lokasi pekerjaan, dan kenyamanan dalam bekerja mampu memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya.
Setiap organisasi dan pegawai tentu saja memiliki kebutuhan dan kepentingan bersama dalam mengusahakan situasi dan kondisi tempat kerja yang nyaman (work place safety), sebab bila pegawai terjadi cedera, sakit, dan kecelakaan dapat menurunkan kinerja pegawai yang mengakibatkan pemborosan uang organisasi. Karena itu setiap kantor harus (a) menyediakan fasilitas poliklinik yang setiap hari atau waktu-waktu tertentu bisa dimanfaatkan, (b) menyediakan fasilitas tunjangan pendidikan kepada keluarga pegawai yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, berupa bantuan dari dana sosial.
3. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Sosial terhadap Kinerja Pegawai
Variabel pemenuhan kebutuhan sosial dalam karya tulis ini terbukti secara parsial mampu memberikan konstribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja. Hal ini berarti, kebutuhan sosial yang meliputi hubungan dengan sesama pegawai, hubungan dengan atasan, hubungan dengan instansi lain, hubungan dengan pegawai lain pada bagian lain. Secara fitrah, manusia memerlukan interaksi sosial sesamanya. Oleh karena itu manusia yang normal pasti membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya, kebutuhan untuk berkumpul, berdiskusi, bersenda gurau ataupun penyaluran bakat dan minat adalah hal yang menjadi perhatian dalam suatu organisasi.
Kecakapan sosial menyangkut soal bagaimana kita menangani suatu hubungan. Dua unsur terpenting untuk menilai kecakapan sosial seseorang adalah: pertama, empati. Ini menyangkut kemampuan untuk memahami orang lain, perspektif orang lain, dan berminat terhadap kepentingan orang lain, juga kemampuan mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pengguna, mengatasi keragaman dalam membina pergaulan, mengembangkan orang lain, dan kemampuan membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan, dan Kedua, keterampilan sosial, termasuk dalam hal ini adalah taktik-taktik untuk meyakinkan orang (persuasi), berkomunikasi secara jelas dan meyakinkan, bernegoisasi dan mengatasi saling pendapat, dan menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan kepentingan bersama.
4. Pengaruh Kebutuhan Penghargaan terhadap Kinerja Pegawai
Kebutuhan penghargaan yang meliputi penghargaan atau sanjungan atau pujian dari atasan, penghargaan berupa promosi jabatan, penghargaan berupa insentif barang dan penghargaan berupa piagam penghargaan/lencana/piala dapat memotivasi pegawai untuk meningkatkan prestasi kerja.
5. Pengaruh Aktualisasi Diri terhadap Kinerja Pegawai
Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri dalam karya tulis ini mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Kebutuhan aktualisasi diri pegawai yang meliputi keinginan berkarya sesuai dengan keahlian yang dimiliki untuk peningkatan karier dan keberhasilan instansinya, keinginan menyampaikan kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) yang dimiliki kepada orang lain, dan keinginan untuk menemukan dan mengembangkan hal baru atas dasar potensi yang ada dalam dirinya, mampu memotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
Manusia merupakan sumber daya paling penting dalam usaha organisasi untuk mencapai keberhasilan. Sumber daya manusia menunjang organisasi dengan karya, bakat, kreativitas dan dorongan. Betapapun sempurnanya aspek teknologi dan ekonomi, tanpa aspek manusia sulit kiranya tujuan organisasi dapat dicapai. Masyarakat modern menunjukkan perhatian yang sangat tinggi terhadap aspek manusia. Nilai-nilai manusia (human values) semakin diselaraskan dengan aspek teknologi maupun ekonomi.
Dalam hubungan dengan motivasi kerja Maslow menyusun sebuah hirarkhi tentang kebutuhan manusia. Pegawai yang masih berada pada tingkatan pemenuhan kebutuhan fisik pola motivasinya tentu saja berbeda dengan pegawai yang sudah sampai pada tahap aktualisasi diri. Bagi mereka yang memiliki tingkat kebutuhan aktualisasi diri sangat besar, bekerja telah berubah menjadi sebuah kesenangan dan bekerja bukan lagi dirasakan sebagai sebuah beban. Namun dengan demikian berarti tugas besar dalam kepemimpinan ialah sejauhmana para pemimpin dalam suatu organisasi mampu memindahkan posisi mereka yang dipimpin itu, dari tahap hirarkhi yang rendah menuju hirarkhi yang tinggi.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah perlu untuk memberikan pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri dengan cara: (a) memberikan kesempatan seluas-luasnya pada mereka yang memang ingin berkembang. Peluang pimpinan untuk mendorong peningkatan motivasi kerja pegawai dengan berlandaskan kepada pemberdayaan pegawai serta pemberian kesempatan yang lebih luas kepada pegawai untuk bertindak atas inisiatif sendiri., dan (b) mengupayakan menghindari dan mencegah adanya lingkungan yang suka menghambat dengan pembuatan perencanaan yang baik dengan melibatkan seluruh pegawai untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Menutup uraian pada bagian ini, penilaian kinerja terhadap pegawai dapat diketahui secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja pegawai dapat disusun rencana, strategi dan penentuan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan dengan pencapaian tujuan karier yang diinginkan. Bagi pihak manajemen kinerja pegawai sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi dan pengembangan karier, mutasi, penyesuaian kompensasi, kebutuhan pelatihan dan mempertahankan status organisasi yang telah diperoleh.
Berdasarkan manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja yang dilakukan secara tidak tepat akan sangat merugikan pegawai dan organisasi. Karyawan dapat menurun motivasi kerjanya karena hasil penilaian kinerja yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Dampak motivasi karyawan yang menurun adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi kinerja pegawai. Bagi organisasi, hasil penilaian kinerja yang tidak tepat, misalnya kondisi kerja yang tidak mendukung, akan menurunkan kualitas organisasi tersebut. Kualitas yang menurun pada akhirnya akan mempengaruhi hasil kinerja organisasi, dan tujuan organisasi jadi tidak maksimal.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, berikut disimpulkan bahwa secara keseluruhan motivasi yang terdiri dari fisiologis keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri berperan terhadap kinerja SDM Pemerintah Daerah.
5.2 SARAN
Berdasarkan kesimpulan dari hasil karya tulis di atas, untuk meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja dalam rangka peningkatan kinerja SDM Pemerintah Daerah disarankan untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Untuk meningkatkan pengetahuan pegawai perlu diberikan kesempatan kepada para pegawai yang memenuhi syarat untuk mengikuti studi lanjut baik dalam maupun luar negeri, karena organisasi Pemerintah Daerah yang begitu besar dan cakupan yang luas diperlukan SDM yang berkualitas tinggi untuk dapat mengikuti perkembangan dunia yang dimanis.
2. Dari aspek keterampilan para pegawai dapat diikut-sertakan dalam kegiatan-kegiatan pelatihan/kursus yang berkaitan dengan bidang tugas. Setiap SKPD harus mempunyai karakteristik yang berbeda dengan SKPD lain, sehingga perlu keterampilan khusus, seperti diklat bendaharawan, diklat pengadaan barang/jasa, dan lain-lain.
3. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan fisiologis seyogyanya mengupayakan peningkatan secara kualitas dan kuantitas perlu menerapkan sistem reward and punishment berdasarkan pencapaian kinerja pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, Moh. 2003. Psikologi Industri. Edisi keempat. Liberty Yogyakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3. Balai Pustaka Jakarta.
Dharma, Agus. 1985. Manajemen Prestasi Kerja. Edisi Pertama Rajawali, Jakarta.
Gibson, James L., Ivancevich, Donnelly, Jr, 1995. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Edisi I. Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Hamalik, Oemar. 1993. Psychologi Manajemen. Tri Gendakarya, Bandung.
Handoko, Hani. 2002. Manajemen Personalia. BPFE, Yogyakarta.
Hariandja, Marihot, T.E. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Grasindo.
Jakarta.
Jakarta.
Mangkunegara, A. Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM, Refika Aditama, Bandung.
Mangunhardjana, A.M. 1986. Mengembangkan Kreativitas, Terjemahan dari David
Cambell. Kanisius, Jakarta.
Robbins, Stephen. P., 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Alih
bahasa: Hadyana. Preinhallindo, Jakarta.
Sarwoto, 1992. Dasar-dasar dan Manajemen. Chalia Indonesia, Jakarta
bahasa: Hadyana. Preinhallindo, Jakarta.
Sarwoto, 1992. Dasar-dasar dan Manajemen. Chalia Indonesia, Jakarta
Semiawan, Conny, 1984. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Gramedia Jakarta.
Snell, SA., 1992. Diagnosis Kinerja: Mengenali Penyebab Kinerja Buruh. Dalam A.
Dale Tample (ED). Seri Ilmu dan Manajemen Bisnis Kinerja. Alih bahasa
Cikmat, Elex MK., Jakarta.
Dale Tample (ED). Seri Ilmu dan Manajemen Bisnis Kinerja. Alih bahasa
Cikmat, Elex MK., Jakarta.
Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Supriadi, Dedi, 1996. Kreativitas Kebudayaan dan Perkembangan Iptek, Alfabetha Bandung.
Swasto, Bambang, 1996. Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengaruhnya
terhadap Kinerja dan Imbalan, Cetakan Pertama. Universitas Brawijaya Malang.
terhadap Kinerja dan Imbalan, Cetakan Pertama. Universitas Brawijaya Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar